Devi, kuat ya, reborn ya….

Saya kenal baik, amat baik, sama devi eka. Anaknya pemalu, pendiam, imut, dan …. saya yang mengajarinya menulis sekitar empat tahun lalu sembari dia kerja menjahit dan jaga toko….

Saya beberapa kali kasih pangung ke dia, juga ajak dia ke keramaian persahabatan, juga nerbitin sejumlah karyanya. Saya mendorongnya terus menulis dan menerbitkan karyanya.Saat sayapnya mulai makin jauh mengepak, saya memperhatikannya dari jauh. Dari jauh saja. Sore ini saya kaget dia dihujat di beranda. Hei, hei, dia anakku…. Sebagian penghujatnya saya kenal langsung, sebagian saya tahu mereka penulis.

Saya inbox devi tuk diam, diam saja. Tak usah buka fesbuk, tak usah baca pernyataan siapa pun, kawan sendiri atau orang tak dikenal, dan tak usah bikin klarifikasi apa pun. Pokoknya diam. Biar merenung. Mikir. Menangislah jika kau mau nangis. Bahwa kamu telah melakukan kesalahan. Kesalahan yang tak diulangi.

“Saya ingin kamu kembali menulis suatu hari jika kamu sudah tenang. Jangan tinggalin menulismu. Kamu udah punya skill, juga pengalaman….” Devi salah memang. Tapi plis ya sobat-sobat, tak usahlah memakinya, menghujatnya. Nasihati saja dia, kritik dia dengan manusiawi. Itu lebih menolongnya… Doain dia tuk kembali meraih kepercayaan dirinya, lalu reborn. Saya insya Allah akan tetap siap menerbitkan novelnya jika suatu hari ia telah reborn….

NB: saya ingin menasihati kalian, khusus anak2 kampus fiksi, bantuin devi tuk dikuatkan, bkn dibenarkan salahnya. Ia salah, tetap salah, tp harus dibantu bangkit. Jika tidak bisa begitu, diamlah….

Banyak yang pro kontra mengenai pernyataan mentornya tersebut. Sebagian terharu dengan kebijakaan Pak Edi Mulyono, sebagian lagi menyayangkan sikap perlindungan tersebut seolah yang dilakukannya merupakan hal sepele yang malah membuat para penulis semakin geram.

So, how to deal with it?