Skip to main content
Categories
BeritaHeadlineNasionalPolitik

Kegelisahan Seorang Profesor UI atas Kondisi Saat Ini

Seorang guru besar dari Universitas Indonesia kemarin mengungkapkan kegelisahannya atas kondisi bangsa dan negara dewasa ini melalui pesan WA. Ia tidak ingin disebutkan namanya. Tulisan telah melalui peneditan Ejaan Bahasa Indonesia oleh redaksi. Begini penuturannya.

Hidup zaman sekarang jauh lebih enak. Saya bingung kalau ada yang bilang enak zaman dulu, bingung juga, kalau dikatakan ekonomi susah, yang susah kan cuma tinggal preman, koruptor dan politikus-politikus yang tak terpilih lagi oleh rakyat.

Nggak tahu ya, bagaimana takutnya kita sebagai mahasiswa dulu waktu kita dikejar-kejar intel, ngumpet di kamar jenazah, mau menyatakan pendapat susahnya minta ampun. Itu saat negeri dikuasai oknum diktatur militer. Ngeri…!

Cari seribu perak saja saat itu susah sekali. Cuma karena dulu gak ada WA dan FB kita gak saling komentar. Lagian kalau mengeluh ya, besoknya sudah hilang diciduk aparat. Ngeri…

Naik bus nggak ada yang ada AC. Copetnya ada di mana-mana. Bahkan pada bawa sangkur! Kita penumpang bus dulu biasa dirogoh dan diperas copet dan begal.

Preman di setiap sudut jalan.

Untuk bisa makan paling-paling sama krupuk dan sudah top kalau dapat sop kaki kambing. Itu baru bisa kite makan beberapa bulan sekali.

Mudik? Ampun…! Susahnya setengah mati. Naik kereta semua orang rebutan sampai masuk lewat jendela dan bawa kardus-kardus bau ikan asin, bukan koper. Toiletnya kotor! Anak-anak tergencet-gencet. Tak ada celah kosong. Orang tidur sambil berdiri. Calonya juga banyak. Uang THR habis di-embat calo dan copet.

Di kampung-kampung, dulu, ada Babinsa yang galaknya minta ampun. Lurah-lurah juga korup. Bupatinya harus tentara. Kita, apa-apa harus urusan sama tentara. Ada Litsus dll. Di jalanan tentara galaknya minta ampun. Kita ambil jalan mereka, habis kita digamparin. Lewat kompkek tentara serem sekali.

Koran-koran sering dibredel. Lalu puncaknya waktu anak-anak mahasiswa sudah gak tahan gegara mertua kawan kita mau terus jadi ‘raja,’ maka penculikan-penculikan terjadi.

Banyak mahasiswa-mahasiswa saya yang hilang. Orangtua menangis. Mereka bukan cuma ditembak aparat. Tetapi juga di-injak-injak dengan sepatu lars dan nyawanya meregang. Mereka juga dihadapkan dengan laskar-laskar berjubah, muncul pasukan berjubah agama yang menyerang mahasiswa pakai bambu runcing. Penjarahan dibiarkan. Banyak orang hilang.

Kekerasan itu adalah bagian dari sesuatu yang awalnya adalah intoleransi. Jangan biarkan itu terulang lagi di negeri yang sudah diperbaiki oleh para ulama dan umaro hebat. Gus Dur sudah mengembalikan militer ke barak untuk fokus ke pertahanan. (Keamanan urusan polisi. red.) Tentara zaman sekarang sudah jauh lebih manusiawi dan punya tantangan baru, yaitu perang proxy.

Sekarang para oknum yang dulu gagal melanjutkan kekuasaanbya secara diktatur mencoba kembali. Tentu mereka senang mengendalikan orang-orang lugu dan mereka yang mudah dimanipulasi dengan “sorga.”

Tetapi janganlah kita mudah tertipu, sahabat. Sebab apapun yg datang dari Allah pasti adalah kelembutan dan kasih sayang, bukan amarah atau meng-anjing-anjingkan manusia. Bukan yang keras dan menakut-nakuti. Juga bukan yang haus kuasa dan korup.

Bahkan mereka kini memakai teknologi internet. Menyerang TGB dan ustadz-ustadz baik. Menyerang Jokowi, Sri Mulyani, Susi, Rudiantara, BUMN, KH. Ma’ruf Amin, Addie MS, dll.

Orang-orang baik ini diserang pakai bot dan robot, pakai “senjata pemusnah massal” hoax. Pakai segala yang serba palsu.

Kita semua ditakut-takuti. Seakan-akan besok Indonesia tak ada lagi. Se-akan-akan jadi sopir ojol itu pekerjaan budak dan bodoh, seakan-akan kita semakin miskin. Semua kemajuan dianggap kemunduran.

Faktanya kita justru tengah menuju negara yang makmur. Daya beli meningkat, ketimpangan turun, harga-harga terkendali, banyak yang semakin murah. Tetapi memang banyak yang berubah: orang sekarang lebih senang pindah-pindah kerja sehingga kesannya banyak yang menganggur. Padahal mereka lebih punya pilihan karena orangtua mereka lebih kaya dari orangtua kita dulu.

Taksi dulu hanya ada yang seratus ribuan, yang silver dan gold. Sekarang ada ribuan taksi yang ongkosnya hanya ribuan perak!

Dulu bini kita beli kerudung cepek dapat satu, sekarang bisa dapat 4 gegara bisnis online dibuka pemerintah.

Dulu kalau orang Jakarta naik mobil ke Surabaya butuh 15-20 jam. Sekarang cukup 8 jam! Airport-airport baru cakep-cakep. Pelabuhan juga keren-keren. Sekolah-sekolah tak terdengar lagi yang roboh karena koruptor disikat habis. PNS-nya sudah digaji lebih baik, kontrolnya jauh lebih kuat.

Dulu kita malu kalau mengaku jadi orang Indonesia saat jalan-jalan ke luar negeri. Orang asing memandang kita rendah. Miskin prestasi, jalanannya buruk, ambles, macet, banyak lubang, gak menarik. Jembatannya juga sempit-sempit, jalan tol cuma bisa dibuat di Jabodetabek dan sebagian kecil Pulau Jawa. Itupun banyak yang sampai 20 tahun gak kelar-kelar. Korupsinya menggunung. Sebab anak-anak presiden, dulu mah ngambil proyek-proyek besar dan bekerjasama dengan para kroni-kroninya. Merekalah ‘teladan’ yang merusak nilai-nilai bangsa.

Militer juga dulu sangat berkuasa, dan selalu maunya punya presiden dari militer. Seakan-akan tak ada pemimpin sipil. Maka kita dipandang sejajar dengan Uganda di era Idi Amin atau Irak di era Sadam Husein. Dianggap diktatur militer. Duh, malu deh zaman itu…. Efeknya masih ada sampai sekarang, setiap kali sipil menjadi presiden, kok selalu di’katain’ PKI…? Ada apa ini?

Sekarang bangsa kita di bawah Jokowi sudah muncul sebagai kekuatan baru yang nyata di dunia. Freeport tunduk, Singapura takut, Swiss mau tandatangan untuk kembalikan harta-harta kita yang disimpan para koruptor di sana. Malaysia kembali memandang (hormat) RI. Bahkan di Asian Games kita bisa unjuk prestasi. Anak-anak muda kita menonjol dengan inovasi.

Banggalah punya pemimpin yang meski dia orang sipil, tetapi dia adem, ibadahnya jelas, puasanya disaksikan ustad Yusuf Mansur, kerja keras buat kita, dan hasilnya nyata.

Sahabat, hanya orang-orang baguslah yang selalu ditakuti para diktatur dan koruptor.

Hanya karena dia diperhitungkanlah maka dia dikirim (diserang. red.) rumor dan hoax yang nggak-enggak. Mereka yang sembunyi-sembunyi terlalu kerdil, mentang-mentang tak punya prestasi kini membual dan memutarbalikkan fakta-fakta.

Hidup ini begitu indah dan akan ada banyak hal indah yang bisa kita nikmati kalau negeri ini damai dipimpin pemimpin yang adem, optimis, rendah hati dan mau mendengarkan…. Itu sebabnya mata batin kita tertuju pada Jokowi. Tuhan selalu menjaga orang-orang baik.

Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)

Subscribe our newsletter?

Join Newsletter atau Hubungi Kami: [email protected]

Inspirasi
BelanjaKarirKecantikanKehidupanKeluargaIndeks
Let's be friends