Skip to main content
Categories
BeritaPolitik

Mau Tetap Demokrasi atau Kembali ke Otoritarian/Diktatorship

Oleh: Errie Iriani Sophiaan

Bagi para terdidik, menilai siapa yg unggul dalam acara debat capres 17 Januari 2019, tidaklah penting, karena sungguh tergantung pada perspektif dan keyakinan
politik masing-masing.

Mereka yang percaya dan berorientasi pada DEMOKRASI, menjunjung kebebasan HAM dan pemerintahan bersih, pasti mengatakan Jokowi #01 yang unggul.

Sementara itu yang berorientasi pada pemerintahan OTORITARIAN yang kuat dan mencengkeram rakyatnya, dan merasa perlu perlindungan dari kejaran KPK, dipastikan akan mengatakan 02 pesaing Jokowi-lah yang unggul.

Terlepas dari unggul tidaknya kedua paslon, tulisan ini ditujukan untuk menilai “beberapa ungkapan” yang menyebabkan munculnya kesimpulan bahwa sosok 02 si Pesaing Jokowi adalah LAMPU KUNING bagi Demokrasi. Yang jika menjadi presiden, “berpotensi” memusatkan kekuasaan dalam kendalinya alias OTORITER. Bahkan jika bisa mengganti UU, mungkin dia cenderung menjadi Diktator .

Lihat beberapa alasan berikut:

IDIOM

Jokowi mengedepankan idiom “INDONESIA MAJU”. Artinya orientasi 01 adalah kebersamaan, kebangsaan dan kerakyatan, yaitu membuat Indonesia MAJU untuk semua.

Sementara 02 atau si pesaing Jokowi mengedepankan idiom INDONESIA MENANG –》
Yang jika boleh saya mengartikan? Tujuan utama mereka adalah KEMENANGAN dalam pemilu??? Dan jika berpegang pada ungkapan-ungkapan dalam debat bisa saya simpulkan, ada kandungan arti lain di dalam kata kemenangan itu.

Coba simak berikut ini!

ISU PENEGAKKAN HUKUM

Ungkapan dengan intonasi yang berapi-api dan tegas ingin menjadi CHIEF OF LAW ENFORCEMENT, sangat mengkhawatirkan. Bisa berarti kemungkinan akan ada pengambil-alihan “komando” bidang Yudikatif.

Ambisi ini jelas melanggar kaidah trias politika tentang pemisahan kekuasaan (seperation of power) diantara Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif, yang menjadi prinsip dasar demokrasi dalam UUD 45.

Bukankah wajar jika saya juga bertanya? Bahwa dengan tujuan itu, setelah menang dan berkuasa, apakah ada “kemungkinan” 02 berpeluang melakukan intervensi untuk menghentikan semua proses hukum para koruptor pendukungnya, dan juga semua upaya hukum bagi para pelanggar HAM di sekitarnya???

ISU KEAMANAN DAN TERORISME

Ungkapan 02 yg ingin membangun “Angkatan Perang”, Intelijen dan polisi yang kuat (dengan alasan untuk memberantas Terorisme), sangat bermakna ambigu.

Ambisi ini bisa jadi BAIK dan POSITIF jika dapat dipastikan pemimpinnya bukanlah seorang megalomaniac. Yaitu orang dengan obsesi berlebihan terhadap dirinya sendiri karena merasa dirinya paling hebat, paling berkuasa, dan paling besar. Pemimpin yang berkeinginan kuat untuk tampil sebagai orang terhormat, dihargai, dan ditaati.

Sebaliknya, bisa bermakna NEGATIF karena bisa memberi peluang kembalinya politisasi bidang Keamanan dan pertahanan untuk menopang kekuasaan seperti yg terjadi di masa ORBA.

Sangat disayangkan, melalui isu terorisme, Paslon 02 menunjukkan kelemahannya, tampak tidak up date dengan informasi bahwa DPR RI telah berhasil mensyahkan UU no 5/2018 tentang terorisme, dimana penangkapan dapat dilakukan terhadap terduga teroris sebelum terjadi aksi. Sementara UU lama menyatakan teroris hanya dapat ditindak kalau sudah melakukan aksi.

Dengan terbitnya UU ini, kita bisa baca dalam berita-berita, berapa banyak teroris yang ditangkap sebelum aksi kekerasan atau pemboman terjadi, dan betapa aksi-aksi teror di Indonesia berkurang secara signifikan.

ISU HAM DAN KORUPSI / Reformasi birokrasi

Paslon 02 si pesaing Jokowi cenderung memilih strategi menjanjikan gaji tinggi bagi para birokrat (meskipun dengan alasan) agar tidak korupsi.

Bolehkah saya membaca ini sebagai ungkapan dari ambisi bawah sadar dari pemimpin yang ingin “Mengkooptasi” birokrasi melalui BUDAYA KLIENTALISME (hubungan tuan dan hamba) dan metode STICK AND CARROT (cambuk bagi pembangkang dan hadiah bagi yang bersetuju), daripada memilih strategi berbasis kompetensi dan prestasi (merit system).

Ini artinya, Pak Jenderal (Purn.), jika memimpin kemungkinan lebih memilih solusi IMING-IMING daripada strategi reformasi mental atau reformasi budaya (birokrasi) secara sistematis dan menyeluruh seperti yang diajukan oleh paslon 01.

Statement-statement Paslon 02 di atas, menunjukkan bahwa sikap arogansi dan elitis menyebabkan mereka MENGABAIKAN dan LALAI memasukkan berbagai hal-hal mendasar dalam aturan tata negara Indonesia ke dalam visi, misi dan program usulan yang seharusnya tak boleh dilewatkan oleh mereka sebagai calon presiden. Karena ini adalah kompetisi utk jabatan pemimpin bangsa dan negara.

Akhirnya, sekarang tergantung para pemilih….

●Mau ikut dalam gerbong 01 yang berasas DEMOKRASI atau ikut dalam gerbong 02 (yang diduga akan) berasas OTORITARIAN???

●Mau ikut gerbong “Indonesia maju” yang meski belum sempurna telah terbukti memberi kemajuan bagi Indonesia??

atau
●Ikut dalam gerbong “Indonesia Menang” yang berbaju kerakyatan namun belum terbukti kerjanya, bahkan dapat “diraba” berorientasi memenangkan kepentingan kelompok mereka??

● Lalu.., bagaimana dengan mimpi mereka yang bergabung dalam gerbong 02 untuk mewujudkan negara Agama atau khilafah??

Jangan risau, percayalah paling tidak Anda sekalian sudah menjadi bunga-bunga yang meramaikan taman kampanye pemilu, untuk menambah pundi-pundi suara 02.

Selamat memilih!!!
Salam Satu untuk Indonesia Maju!!!

Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)

Subscribe our newsletter?

Join Newsletter atau Hubungi Kami: [email protected]

Inspirasi
BelanjaKarirKecantikanKehidupanKeluargaIndeks
Let's be friends