SAFENet Dorong Pemerintah dan DPR Lindungi Korban Kekerasan Berbasis Gender Online
- Post AuthorBy Peran Perempuan
- Post DateMon Jan 28 2019
Dewasa ini cara orang berkomunikasi telah berubah dengan kemajuan teknologi. Tak ayal, sebuah teknologi yang dengan kecepatan dan kepraktisannya bisa diakses di mana-mana menjadi sarana yang efektif untuk peyampaian pesan-pesan penting dan bermutu. Namun selalu ada paradoks di mana teknologi juga bisa digunakan untuk penyampaian pesan remeh-temeh, bahkan menjadi sarana untuk melakukan kekerasan berdasarkan pada gender.
SAFENet bersama Komnas Perempuan siang tadi (28/01/2019) menyampaikan adanya lonjakan kasus-kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO), utamanya kasus revenge porn atau pornografi balas dendam, yang seringkali justru menimpa anak-anak usia remaja. Pada 2017 ada 65 laporan kasus kekerasan terhadap perempuan di dunia maya. Bentuk-bentuknya berupa pendekatan untuk memperdaya (cyber-grooming), pelecehan online (cyber harassment), peretasan (hacking), konten ilegal (illegal content), pelanggaran privasi (infringement of privacy), ancaman distribusi foto/video pribadi (malicious distribution), pencemaran nama baik (online defamation), dan rekrutmen online (online recruitment).
Tidak hanya menimpa perempuan saja, kaum rentan seperti LGBT juga kerap kali mengalami KBGO, salah satunya dalam bentuk pelecehan online atau perundungan siber.
SAFEnet sebagai organisasi yang memperjuangkan hak-hak digital di Asia Tenggara melihat bahwa kekerasan berbasis gender di ranah online atau yang difasilitasi teknologi belum mendapatkan perlindungan di Indonesia. Alih-alih mendapatkan perlindungan, korban KBGO justru rentan diperkarakan kembali oleh pelakunya dan terancam hukuman pidana.
Contohnya saja Baiq Nuril, korban pelecehan seksual secara verbal oleh pelaku yang merupakan atasannya sendiri. Inisiatif Baiq Nuril untuk merekam percakapan cabul yang melecehkan membuat ia harus ditahan selama 25 hari di tahun 2017. Ia dijerat dengan pasal 27 ayat 1 UU ITE.
Ibu Nuril yang sudah divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Mataram itu lantas mendapatkan perhatian dan dukungan dari publik karena Mahkamah Agung balik memutus Ibu Nuril bersalah dalam proses kasasi. Update terakhir dalam upaya mencari novum (bukti baru), gugatan Ibu Nuril atas tindak pencabulan yang dilakukan atasannya justru gugur dikarenakan pihak kepolisian tidak menemukan adanya tindak pencabulan dari bukti berupa rekaman percakapan antara Ibu Nuril dan atasannya, dengan alasan tidak ada pelecehan seksual yang terjadi.
Karena itulah dalam Konferensi Persnya, Komnas Perempuan bersama SAFENet mendorong:
1. Pemerintah untuk menjamin perlindungan korban KBGO
2. Pemerintah dan DPR untuk merumuskan KBGO sebagai pasal yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS)
3. Pemerintah dan DPR untuk mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
4. Aparat penegak hukum untuk memperhatikan kasus KBGO secara kontekstual, menindak tegas pelaku KBGO, dan tidak membuat korban sebenarnya menjadi korban dua kali dalam proses penegakan keadilan
5. Publik untuk tetap menghormati hak-hak digital sesama pengguna internet, termasuk hak atas rasa aman bagi perempuan dan kaum rentan.
Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)