Skip to main content
Categories
HeadlineHer Story

Salahkah Kami Bercadar?

Hai, assalamualaikum. Saya Salmah. Autami bertanya kepada saya apakah saya yang bercadar ini mengalami kesulitan setelah teror bom bunuh diri beberapa hari lalu. Dan inilah cerita saya.

Sepekan pasca peristiwa penggerebekan terduga teroris di kampung saya (Kunciran Gempol, Tangerang), suasana sudah kembali normal. Nggak lagi mencekam seperti di hari pertama dan kedua. Meskipun garis polisi masih terpasang.

Kenapa saya bilang mencekam? Karena anak-anak kecil banyak yang bercanda dengan teriak, “Ada teroris! Ada teroris!”. Itu kadang bikin kaget dan parno sendiri. Belum lagi kekhawatiran kalau ternyata mereka membuat bom rakitan di TKP (tempat kejadian perkara) dan ada yang tertinggal lalu meledak di saat yang gak terduga (oke, ini pikiran orang awam banget–termasuk saya). Dan garis polisi itu, saya pribadi entah kenapa melihatnya agak horror. Terbayang banyak berita kejahatan di televisi.

Efek lain yang paling terasa adalah menyangkut penampilan. Malamnya setelah kejadian itu (kebetulan bertepatan dengan malam 1 Ramadan), saat saya salim dengan Bapak di kamarnya seusai pulang taraweh, Bapak langsung bilang, “Amah, udah besok gak usah pake cadar dulu. Tuh, di TV lihat pada ditangkepin.” Saya nggak kaget, karena udah menduga kalimat itu pasti akan keluar dari mulut Bapak. Tapi saya cuma diam.

Malam berikutnya, saya sedang ambil minum di dapur, ada Bapak dan Emak juga di dapur. Dan Bapak kembali mengulang ucapannya yang kemarin. Kali ini saya menjawab, “Nggak bakal kenapa-napa, Neng kan nggak ngapa-ngapain.”

Seketika Emak langsung menyambar jawaban saya, “Tapi orang kan kadang suka salah paham.” Saya diam lagi, tutup kulkas dan kembali ke kamar. Yaa… gak heran. Karena di wilayah sini memang gak ada perempuan yang bercadar.

Kemudian, hari Minggu pagi lalu saya dan Emak main ke rumah kakak sepupu. Kami pergi ke penjahit diantar keponakan saya yang baru kelas 1 SD. Di tengah jalan si kecil itu ngomong dengan polosnya, “Teteh kok pake itu sih? Kayak teroris.” Dia tertawa malu-malu.

Emak pun langsung mulai wejangannya lagi dan saya beradu argumen lagi, “Bininya teroris kemaren juga pake cadar tau.” Saya tetap stay cool dan jawab dengan santai, “Itu kan dia, Mak, bukan Neng. Ya biarin aja.” Sampai akhirnya Emak kesal dan ngedumel dengan gaya khas emak-emak Betawi, “Emang susah kalau dibilangin!” Saya gak berani mendebat lagi.

Siangnya setelah mengantar Emak pulang, saya kembali ke rumah kakak sepupu untuk menjemput si kecil dan kakaknya yang sudah kelas 8. Begitu saya klakson motor dan si kecil ini keluar, dia langsung nyerocos, “Teh, kata Mama, Teteh kayak teroris!” Kali ini dia ketawa riang. Saya cuma ikut ketawa.

Begitu sampai di rumah saya dan kami beramai-ramai belajar membuat dimsum (yang ternyata hasilnya gagal �Ȅ), si kecil kembali bertanya dangam polosnya, “Teh, emang kenapa sih Teteh pake ini?” Belum sempat saya jawab, kakaknya pun ikut ngomong, “Iya, Teh, ngapain sih pake cadar? Kayak teroris tau, Teh.”

Dan besoknya, malam hari adik saya dan suaminya pergi ke tempat makan cepat saji untuk bertemu dnegan fotografer di acara pernikahannya bulan lalu. Saya liat story WA-nya dia bilang jadi suka takut gara-gara teroris kemarin. Saat saya tanya kenapa, dia bilang di sana banyak bapak-bapak pakai baju gamis putih-putih, pakai peci, masuk berbarengan. Dia takut mereka teroris dan mau mengebom tempat itu. Saya langsung balas, “Mungkin baru pada pulang taraweh. Jangan su-udhzon.”

Itulah efek kecil yang saya rasakan akibat orang-orang yang mencoreng nama baik Islam dengan begitu keji. Teman, kami nggak tau apa-apa atas tindakan mereka. Pakaian ini bukan seragam teroris. Tolong jangan terus menyama-nyamakan kami dengan mereka. Kalau memang masih ada akhlak kami yang belum baik, itu murni kekhilafan kami, bukan karena kami berpakaian seperti ini dan bukan karena kami bagian dari mereka.

Semoga kita semua selalu terhindar dan teelindungi dari fitnah akhir zaman.

Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)

Subscribe our newsletter?

Join Newsletter atau Hubungi Kami: [email protected]

Inspirasi
BelanjaKarirKecantikanKehidupanKeluargaIndeks
Let's be friends