Bagaimana Jika Diajak Nikah Siri?
- Post AuthorBy Peny Wahyuni Indrastuti
- Post DateSun Jan 07 2018
Sungguh suatu anugerah terindah, jika diciptakan menjadi perempuan. Makhluk yang sekilas tampak lemah, tapi menyimpan “tenaga” yang sangat luar biasa. Bagaimana tidak?
Awal mula kehidupan manusia, Allah SWT titipkan segumpal darah yang Ia tiup ruh di dalamnya, tumbuh menjadi bakal manusia. Perubahan raga secara menyeluruh, di dalam tubuh maupun tampilan luar, bukanlah hal yang mudah untuk dilalui. Dalam kodratnya, perempuan menyimpan kehidupan lain yang selalu bertasbih kepada Ilahi. Jiwa dan raganya berkalang cahaya Ilahi.
Ketika makhluk-makhluk kecil terlahir dari gua garbanya, lahir pula tugas baru untuk seorang perempuan. Ia adalah penjaga kelestarian dunia. Anak-anak yang dilahirkannya akan menjadi pelestari atau perusak dunia, semuanya sangatlah bergantung pada kasih sayangnya kepada anak-anak itu.
Karenanya, perempuan adalah makhluk yang sangat istimewa. Tapi mengapa hingar bingar dunia menutupi semua keistimewaan itu? Mengapa justru perempuan banyak diperlakukan semena-mena dan dijadikan sekadar pemenuhan hasrat biologis saja?
Yah, barangkali karena perempuan banyak yang tidak tahu dan tidak merasa bahwa dirinya sebenarnya adalah makhluk istimewa.
Sebagai contoh kasus, maraknya pernikahan siri di negeri ini, yang tersingkap bersamaan dengan banyaknya kasus korupsi oleh pejabat pemerintahan maupun petinggi partai politik. Perempuan-perempuan (katanya) sudah dinikah secara sirri.
Adakah mereka menyadari, apa konsekuensi mereka jika dinikah secara siri? Sebenarnya, apa sih, nikah siri itu?
Yang pertama, nikah siri itu adalah pernikahan yang dihadiri wali dan dua orang saksi tetapi saksi-saksi itu tidak bolehmengumumkan kepada khalayak ramai alias bungkam. Yang kedua, nikkah siri itu adalah pernikahan yang dilakukan dengan wali dan dua saksi, tetapi pernikahan itu tidak dicatatkan di KUA.
Secara agama, nikah siri itu dianggap sah karena dihadiri wali, dua orang saksi dan diucapkannya ijab qabul. Tapi secara hukum negara, pernikahan siri ini dianggap tidak sah.
Perempuan cerdas, dengan alasan apapun (harusnya) menolak pernikahan jika yang diminta oleh pihak laki-laki adalah pernikahan siri. Sebab apa?
Perempuan yang dinikah secara siri, tidak punya kekuatan hukum apapun jika sewaktu-waktu lelaki yang menjadi suaminya tidak menjalankan kewajibannya. Baik itu kewajiban menafkahi lahir maupun batinnya.
Bahkan untuk menceraikannya pun semudah ia melakukan pernikahannya dahulu. Cerai lewat sms bisa jadi. Bahkan lari begitu saja, siapa yang bisa mengejarnya?
Alasan supaya menghindari zina? Itu hanya mau ambil enaknya saja. Kalau mau hindari zina ya menikahlah dengan benar. Tak usah sembunyi-sembunyi. Toh jika terjadi kehamilan (bukankah nikah itu adalah kegiatan menabur benih) akan terlihat juga nantinya.
Dan apa yang terjadi jika dari pernikahan itu lahir anak-anak?
Ada atau sudah pergi bapaknya, anak hanya akan mempunyai hubungan perdata saja dengan ibunya. Di dalam akta kelahirannya, hanya tercantum nama ibunya saja, nama bapaknya tidak ada. Sebab salah satu syarat membuat akta kelahiran adalah akta nikah bapak dan ibunya.
Barangkali ini (harus) menjadi pemikiran perempuan cerdas. Sebagai seorang ibu yang mendapat amanah menjadi pelindung dunia, anak-anak harus diberi kenyamanan dalam kehidupannya. Aturan negara tentang sekolah dan semua aspek kehidupan yang harus dijamin dengan kepastian hukum diri seorang anak, berawal dari kejadiannya yang juga harus dilindungi oleh hukum.
Meski dalam perkembangan hukum Indonesia, Mahkamah Konstitusi memberikan terobosan hukum, jika secara teknologi pengetahuan, anak dapat dibuktikan sebagai anak ayahnya, ia dapat minta pengakuan sebagai anak. Tetapi untuk perempuan yang belum terlanjur melakukan pernikahan siri, berjuang keraslah untuk mengenyahkan ajakan nikah siri itu.
Nikah siri dan nikah secara hukum negara itu sama enaknya. Tetapi jika terjadi permasalahan dan berakhir dengan perceraian, nikah secara hukum negaralah yang akan terasa lebih enaknya.
(Harusnya) jadi perempuan cerdas tidak perlu menunggu kalau mau nikah saja, tetapi harus dikondisikan dalam otak mulai anak mengenal hasrat terhadap lawan jenisnya.
Jika bukan diri sendiri yang memperjuangkan hari depan, siapa lagi?
Ayolah kawan perempuan, lindungi diri dengan tameng hukum di negeri yang semuanya serba hukum ini.
* Sidoarjo, 5 Januari 2018
* Perempuan Garda Bangsa
Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)