Begini Kronologi Ricuhnya Pemungutan Suara Pemilu 2019 di Hongkong
- Post AuthorBy Peran Perempuan
- Post DateMon Apr 15 2019
Arista Devi
Berhubung sebagai relawan nyinyir, saya banyak ditanya soal bagaimana sebenarnya jalannya Pemungutan Suara pendahuluan di Hongkong yang telah dilaksanakan kemarin (Minggu, 14/4/2019), sepertinya saya harus konsisten nyinyir dengan militan.
Sebelum baca postingan saya ini, baiknya ketahui dulu kalau saya bukan simpatisan 01 atau 02, saya golongan putih yang bangga dengan warna ungu. Eh?
Jadi gini dari hasil pantauan di 3 TPS (bukan hanya pantauan di FB loh ya), saya di TPS Wan Chai dan kedua “partner in crime” saya di TPS TST dan TPS Yuen Long.
Berikut rangkumannya:
Soal PMI (Pekerja Migran Indonesia)
1. Banyak PMI HK yang antusias menggunakan hak suaranya, sengaja berangkat jam 6 pagi dari rumah majikan untuk datang ke TPS, bahkan rela berbaris antre sejak jam 7 pagi meski tahu TPS baru akan dibuka jam 9.
2. Ternyata di balik antusiasme tersebut, banyak PMI yang kurang paham informasi seputar pelaksanan pemilu. Misalnya belum mendaftar atau terdaftar tetap datang pagi, mendaftar via pos tapi pingin nyoblos di TPS Karena tidak menerima surat suara via pos, datang ke TPS yang tempat dan waktunya berbeda dengan yang tertera di C6, dll.
3. Masing-masing PMI punya masalahnya sendiri-sendiri misalnya hanya libur 1/2 Hari, pusing, lapar, nggak sabar, dll yang membuat mereka mudah gusar apalagi ketika harus berbaris berdesakan sepanjang jalan kenangan.
4. Banyak pemilih yang balik please meski sudah antre berjam-jam karena mepet waktu kembali ke rumah majikan.
Soal Panitia
1. Saya yakin mereka semua sudah bekerja keras sejak pagi, bahkan sebelum saya berangkat ke TPS. Soale pas saya jalan ke TPS, panitia penunjuk jalan sudah siap di titik yang ditentukan.
2. Panitia kurang antisipasi terhadap segala kemungkinan termasuk ketika internet untuk akses data lemot atau server down, atau untuk menghadapi antusiasme ribuan pemilih apalagi ketika disampaikan boleh memilih di TPS pilihan dengan syarat boleh antre. Sudah pasti TPS Wan Chai jadi pilihan utama.
Iya saya paham maksudnya sudah dipisah jadi tiga itu biar gak ada penumpukan. Tapi gini loh gak semudah itu memisahkan suporter bola eh ini malah suporter pemilu. Mereka biar bagaimana pun caranya pasti ingin sama-sama, rame-rame. Lha wong yang udah nyoblos via pos aja juga datang buat ikutan rame-rame.
3. Panitia terlalu fokus soal di dalam TPS sehingga lupa ada hal lain yang penting, yang bisa dilakukan di luar TPS. Yaitu memisahkan antara barisan DPT dan DPK. Alhasil barisan yang mengular panjang hingga 4 kilometer lebih itu adalah barisan campur aduk, nggak jelas mana yang sudah pegang C6 mana yang belum. Semua baris, uyel-uyelan, pokoknya datang dan baris.
Tapi itu pun rancu, ada yang baru datang sudah sampai depan, Ada yang udah ngantre berjam-jam masih di belakang. Bahkan ada jalur khusus juga buat beberapa orang-orang tertentu yang tidak termasuk golongan difabel atau orang sakit.
4. Akibat dari poin 2 dan 3, akhirnya yang terjadi di dalam kosong, di luar antrean tidak bejubel. Bahkan beberapa DPK atau pemilih via pos yang antre dan sempat masuk duluan kemudian ditolak dan balik keluar untuk baris antre lagi.
Berdasarkan rangkuman saya di atas, sebagai relawan nyinyir tentu saja jika ditanya akan berpihak ke mana? Ya PMI dong!
Kenapa nggak bela panitia penyelenggara? Lha gini loh ya, baik itu petugas resmi pun relawan panitia, ketika mereka memilih bergabung menjadi panitia penyelenggara acara ya di situ mereka menempatkan diri sebagai tuan rumah penyelenggara pesta. Biar bagaimana pun harus bersiap-siap terhadap kedatangan tamu yang diundang dan tidak diundang dengan pelbagai kemungkinan yang bisa saja terjadi.
Adanya ricuh, protes, dan lain-lain dari para tamu itu ya tolong dihadapi dan diselesaikan secara semestinya tanpa kemudian menyalahkan balik tamunya.
Sama halnya pemilu 2014, entah bagaimana nasib suara teman-teman yang gagal digunakan pada pemilu 2019 ini.
Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)