Boarding School, Solusi Kemandirian Anak atau Kegagalan Ortu?
- Post AuthorBy Margaretha Diana
- Post DateWed Oct 25 2017
Ada banyak boarding school (sekolah berasrama) yang ditawarkan sekarang ini. Boarding school yang ada pun, tak lagi terbatas hanya pesantren, tapi ada banyak konsep lainnya. Salah satu contohnya adalah boarding school untuk anak-anak dari berbagai bangsa dan negara, atau istilah kerennya International Boarding School, yang memang murid-muridnya berasal dari berbagai negara, bukan hanya warga negara Indonesia. Umumnya ya anak-anak ekspatriat yang memang bekerja di negara ini, entah di kedutaan, konsulat, atau pekerja swasta. Seperti kita tahu, ada banyak perusahaan swasta multinasional yang juga membuka cabang di beberapa daerah di negara ini.
Alasan para orangtua memasukkan anak-anaknya sekolah di boarding school memang beragam. Ada yang berharap, dengan sekolah di boarding school, si anak bisa berlatih kedisiplinan serta kemandirian. Seperti kita tahu, anak-anak sekarang memang cenderung dimanjakan oleh keadaan. Adanya banyak fasilitas dan kemudahan, justru membuat generasi Y sekarang ini cenderung manja dan kurang mandiri.
Tapi benarkah, boarding school merupakan solusi untuk melatih kemandirian mereka?
Pada dasarnya, kemandirian seorang anak, merupakan hasil didikan serta bentukan lingkungannya, yang terutama, jelas keluarganya. Dan kembali lagi, anak adalah tanggung jawab sepenuhnya orangtua untuk merawat serta mendidiknya. Ya, pada dasarnya, ego orangtualah yang membuat mereka lahir ke dunia, bukan hanya “sekadar” karunia saja dari sang pencipta.
Untuk masalah ini, beberapa tahun lalu, Paul G Stoltz memperkenalkan konsep AQ, Adversity Quotient, atau lebih dikenal dengan kecerdasan anak dalam menghadapi kesulitan, hambatan serta rintangan, juga kemampuan bertahan dalam berbagai situasi kesulitan hidup dan tantangan yang dialami. Ya, AQ ini muncul setelah konsep IQ dan EQ keluar, dan justru AQ inilah yang sarat dengan kebutuhan anak-anak sekarang.
Sebagai orangtua, kita memang cenderung lebih suka mengulurkan tangan pada anak saat mereka menghadapi kesulitan. Seperti misalnya menolong mengambilkan minum saat anak kehausan, padahal, sebetulnya, hal itu tidak perlu. Jika mereka bisa melakukan sendiri, biarkan mereka melakukannya sendiri. Itulah mengapa, sebenarnya untuk konsep AQ ini, ada dua pihak yang terlibat, bukan hanya si anak seperti konsep IQ dan EQ, tapi di sini orangtua justru yang diharuskan kuat mental menghadapi berbagai macam kesulitan yang anak hadapi.
Dalam hal ini, mengenai kemandirian serta kedisiplinan anak, sebenarnya, tanpa perlu memasukan mereka ke boarding school pun, bisa dilatih dirumah. Dan jika alasan memasukan mereka ke boarding school adalah agar mereka mandiri serta disiplin, berarti masalahnya justru di orangtua, bukan di anak. Orangtua tidak berhasil menerapkan sistem kemandirian serta kedisiplinan di rumah, sesuatu yang sebenarnya mudah kita lakukan sebagai orangtua.
Orangtua, adalah soko guru utama dalam kehidupan anak, terutama perempuan, yang berperan sebagai ibu. Selama sekian bulan mereka berada di rahim kita, sebelum akhirnya menghirup udara dunia. Dengan membawa mereka ke boarding school, apa malah tidak menimbulkan masalah baru, tidak hanya mulai tercerabutnya akar kedekatan anak serta orangtua, tapi juga mereka menjadi asing satu sama lain dengan saudara-saudaranya?
Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)