Bom Takjil? Ya Ukhti, Sudahlah, Please…
- Post AuthorBy Margaretha Diana
- Post DateFri May 25 2018
Baru saja kemarin, saya menulis tentang aksi ‘Peluk Saya’ para perempuan bercadar, yang menurut saya, adalah sebuah aksi yang tak perlu. Karena selain rasanya kurang simpatik terhadap para korban terror, aksi tersebut juga bukan aksi yang lazim dilakukan di budaya masyarakat kita.
Kenapa saya katakan kurang simpatik, karena masih banyak hal baik yang bisa dilakukan oleh para perempuan bercadar ini, untuk menunjukkan bahwa mereka bukanlah bagian dari para pelaku terror. Seperti misalnya melakukan doa bersama, donasi untuk para korban, dan masih banyak yang lainnya, yang tak melibatkan kontak fisik semacam pelukan.
Apalagi di bulan ramadhan ini, banyak sekali kegiatan yang bermanfaat yang bisa dilakukan. Seperti salah satu komunitas kepemudaan, yang mengadakan acara bebersih masjid dari kampung ke kampung, atau ada juga yang membagikan makanan sahur secara gratis, takjil, dan bahkan ada pula yang mengadakan pengajian khusus selama ramadhan, untuk mengkhatamkan anak-anak kecil yang jarang mengaji.
Dengan cara berbaur di masyarakat, berada di tengah masyarakat, kan bisa, ketimbang mengadakan aksi ‘Peluk Saya’, yang maaf, menurut saya kok kesannya mengemis pelukan. Belum lagi aksi tersebut juga dilakukan di tempat-tempat khusus, misalnya area car free day, atau taman atau yang lain, bukan dilakukan di sekitar rumah tinggal, yang seharusnya menjadi prioritas utama. Lagipula saya rasa, seorang perempuan terhormat, tak perlu melakukan hal seperti itu untuk menunjukkan keberpihakkannya terhadap kemanusiaan.
Sementara di sisi lain, aksi damai ‘Peluk Saya’ itu, tak hanya menuai tanggapan positif, tapi lebih banyak lagi yang menilai negatif, hingga ada pula yang menjadikannya lelucon, entah satire maupun sarkas.
Dan di tengah gelombang tanggapan masyarakat atas aksi tak perlu tersebut, sore kemarin, ada lagi sekelompok perempuan bercadar, yang membagikan takjil gratis di kota Malang sebagai aksi simpatik. Namun sayang, alih-alih menggunakan bahasa yang enak dibaca, mereka justru menuliskan kata “Bom Takjil” di kertas poster yang mereka bawa.
Tidak adakah lelucon yang lebih aneh timbang olok-olok semacam ini?
Mereka pasti tahu, bahwa saat ini, banyak mata yang memandang mereka sebagai salah satu bagian dari para pelaku terror, mengingat para pelaku terror, banyak juga yang menggunakan cadar sebagai identitasnya. Tapi kok ya, malah membawa poster sebesar itu, dipampang dipinggir jalan pula. Apa ndak ada pilihan kata yang lain to?
Kita bicara tentang masyarakat kita yang masih sensitif dengan isu bom. Dan serpihan-serpihan luka akibat terror bom inipun belum sembuh benar. Karena pada kenyataannya, banyak korban meninggal dunia yang baru bisa diidentifikasikan di kemudian hari, saking keadaan masyarakat yang masih semrawut atas terror yang beruntun ini. Kok ya tega to, pakai acara olok-olok semacam itu?
Please lah, wahai para ukhti, cukup lah, sudah lah, apa kalian tak lelah mencari panggung yang tak perlu untuk menunjukkan kalau kalian tak bersalah? Kalau kalian bukanlah bagian dari para pelaku terror? Tak bisakah dengan melakukan aksi lain yang lebih simpatik, yang tak perlu memakai lelucon yang tak perlu? Atau setidaknya, duduk diam sajalah di rumah, ketimbang membuat lelucon serta olok-olok tak perlu itu.
Toh kalian juga perempuan, sepatutnya paham perasaan banyak perempuan lain, yang masih berdenging telinganya tiap kali mendengar kata bom. Karena mengingatkan akan kematian putranya, suaminya, adiknya, kakaknya, ayahnya, atau saudaranya. Meski masih banyak lagi perempuan yang tak kehilangan namun ikut merasa kehilangan dan terluka akibat terror bom ini. Masa iya, para ukhti bercadar ini tak paham dengan hal ini?
Lihatlah, tolonglah lihat dari sisi kemanusiaan, apa patut hal tersebut jadi bahan candaan?
Perempuan, adalah pintu, serta biduk bagi generasi-generasi berikutnya. Apa patut, seorang perempuan, yang kelak bergelar ibu, melakukan olok-olok semacam itu? Bukankah tangan lembut seorang perempuan seharusnya mampu menghangatkan jiwa yang dingin, serta mendinginkan hati yang tengah panas, bukan malah sebaliknya.
Sudahlah, sudah, please wahai para ukhti bercadar, sudahilah saja aksi kalian, jika memang kalian menginginkan banyak hal baik di negeri ini. Cukup bersuaralah, lawan semua gerakan serta ajaran radikal di lingkungan kalian, jika memang kalian ingin mennunjukkan bahwa kalian bukan bagian dari para pelaku terror. Jangan malah mempertontonkan sesuatu, yang membuat empati serta simpati dari banyak orang, menguap entah kemana.
Karena kita pun sama, hanya menginginkan kedamaian ada, di antara kita.
Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)