Etika Berteman Setelah Menikah
- Post AuthorBy Margaretha Diana
- Post DateWed Sep 27 2017
Ada yang menganggap, bahwa menikah, adalah kehidupan yang benar-benar baru. Saat sudah menikah, maka buku lama ditutup, dibuka dengan lembaran buku baru bernama pernikahan. Dan jalinan persahabatan, adalah salah satu dari lembaran buku lama yang harus ditinggalkan.
Padahal, pada dasarnya, manusia adalah mahluk sosial, yang tak mungkin hidup seorang diri dan meninggalkan segala aktivitas sosialnya, dengan alasan apapun, tak terkecuali pernikahan. Ada yang berubah setelah menikah, iya, tapi tidak 100%, termasuk salah satunya adalah jalinan persahabatan. Hanya etikanya saja yang berubah, mengikuti ritme kehidupan pernikahan kita.
Setelah menikah, memang ada aturan tak tertulis yang membuat kita membatasi segala sesuatunya, karena mempertimbangkan norma dan etika pernikahan. Ya kita mau tidak mau memikirkan tidak hanya pandangan masyarakat to, tapi juga yang paling utama, yaitu perasaan pasangan. Kita harus memikirkan, bagaimana perasaan pasangan kita, jika kita melakukan sesuatu, yang kira-kira akan berdampak menyinggung, menyakiti hingga merusak kepercayaan pasangan. Hal yang sama yang tidak ingin kita rasakan saat pasangan melakukan sesuatu dalam ikatan pernikahan.
Bersahabat, berkawan, berteman, setelah menikah, sah-sah saja. Baik dengan kawan lama, maupun dengan kawan baru yang baru dikenal setelah kita menikah. Tapi yang harus kita perhatikan adalah etikanya dalam berteman. Ada norma yang berlaku berbeda saat berteman setelah menikah. Yang paling utama yang harus kita perhatikan adalah tujuan dari jalinan persahabatan tersebut. Apakah kita berteman, murni hanya ingin bersahabat, memperluas jaringan, membangun relasi, atau dengan tujuan lain, yaitu flirting, karena kita memang sudah tertarik dari awal dengan penampilan fisiknya, misalnya. Hal inilah yang menjadi perhatian khusus, karena tidak mungkin dong, kita membiarkan pernikahan kita rusak, hanya karena sebuah jalinan persahabatan dengan orang lain.
Itulah sebabnya, ada batasan-batasan khusus saat kita menjalin persahabatan setelah menikah. Antara lain, yang paling utama, sebaiknya, kenalkanlahteman kita kepada pasangan kita. Jangan main petak umpet, atau bahkan sengaja sembunyi-sembunyi dari pasangan saat menjalin persahabatan, entah dengan yang berjenis kelamin sama, maupun yang berbeda jenis kelamin.
Biasakanlah pula, untuk tidak mengumbar konflik intern keluarga, atau curhat tentang kesalahan dan kelemahan pasangan kita. Terutama jika kita menjalin persahabatan dengan lawan jenis. Karena ini berpotensi memancing pihak lain untuk menemukan celah, serta masuk ke dalam kehidupan kita lebih dalam. Dan hal itu berlaku pula sebaliknya, kita sebaiknya jangan terlibat terlalu dalam dengan masalah orang lain, yang berpotensi membuat ketergantungan orang tersebut terhadap kita. Lagipula, kita toh tidak tahu sampai kapan orang tersebut mau dan mampu menjaga rahasia-rahasia kita di dalam hatinya.
Dan yang terakhir, biar bagaimanapun, pilar utama keluarga kita, adalah kita dengan pasangan kita, bukan kita dengan sahabat kita. Oleh karena itu, jangan dahulukan kepentingan teman kita, diatas kepentingan keluarga kita. Ada skala prioritas yang bicara disini.
Menurut beberapa penelitian, orang-orang yang tetap menjalin persahabatan setelah menikah, memang cenderung mempunyai tingkat stress yang rendah. Mereka lebih nyaman hidupnya, dan terhindar dari stress yang disebabkan oleh beban mental pernikahan. Tapi tetap saja, pernikahan, adalah tentang sepasang manusia, yang menjadi tiang utama sebuah keluarga, bukan seseorang dengan sahabatnya. Itulah sebabnya, bersahabat, berkawan, berteman, itu penting, bagi yang sudah menikah ataupun yang belum menikah. Tapi bukan berarti kita abai terhadap norma dan etikanya ya.
Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)