Hari Gizi: Papua Perlu Banyak Petugas Kesehatan
- Post AuthorBy Margaretha Diana
- Post DateThu Jan 25 2018
Beberapa hari lalu, publik dikejutkan dengan berita kasus kematian 61 anak di kampung Agats, kabupaten Asmat, Papua, yang disebabkan oleh kurang gizi, atau lebih kita kenal dengan istilah gizi buruk. Meski kasus gizi buruk ini bukanlah kasus yang pertama bagi negara ini, tapi tak ayal, kasus tersebut menjadi sorotan yang cukup tajam dari seluruh pelosok negeri. Mengingat, berita tentang Papua, yang akhir-akhir ini sering diangkat adalah tentang pembangunan yang sedang dilaksanakan dengan gencar disana, serta tak jauh-jauh dari perkara Freeport.
Kasus gizi buruk di Papua ini, seolah mengingatkan kita kembali, ke akhir tahun 2005 serta tahun 2009 silam. Pemerintah Papua, mencatat, setidaknya ada 220 warga masyarakat yang meninggal karena gizi buruk, serta buruknya layanan kesehatan di sana. Bahkan pada tahun tersebut, Dinas Kesehatan Propinsi Papua, mencatat, angka kematian bayi (AKB) berada di angka 24 per 1000 kelahiran hidup. Dengan rata-rata kasus kematian adalah karena kurangnya gizi serta layanan kesehatan.
Menurut rekap data pemerintah, tahun 2015, 2016, dan 2017, justru tidak ada laporan serta kasus gizi buruk sama sekali. Tercatat hanya ada kasus gizi buruk di propinsi Sulawesi Selatan saja, sebanyak 6 kasus balita dengan gizi buruk di tahun 2017. Sementara ada 130 kasus di tahun 2016 (yang juga dengan kasus gizi buruk terbanyak di Sulsel), dan 185 kasus gizi buruk di tahun 2015. Jadi sebenarnya, pemerintah sudah bekerja semaksimal mungkin dalam menangani kasus gizi buruk. Kalau tidak, tidak mungkin angka penderita gizi buruk, menyusut dari tahun ke tahun.
Itulah mengapa, kasus di kampung Agats, Asmat ini, menjadi perhatian khusus dari kementrian terkait. Karena masih ada laporan tambahan, bahwa distrik Korowai, yang juga masih berada di bawah administrasi kabupaten Asmat, juga terdapat kasus gizi buruk yang baru diketahui. Kasus ini sebenarnya random, dengan adanya komplikasi dengan penyakit Malaria, yang rekuren menyerang, apalagi pada saat musim hujan saat ini. Tercatat, distrik Mabul, Amakot, Ayak dan sekitarnya, juga mengalami hal yang sama. Sementara pola hidup nomaden juga menjadi catatan tersendiri bagi penanganan kasus gizi buruk ini.
Seorang aktivis sosial untuk suku Korowai, Yan Akobiarek, yang dalam kesehariannya berada diantara suku Korowai, menuliskan banyak harapan untuk pemerintah. Terutama kepada menteri Yohana Yambise, yang merupakan puteri asli Papua yang menjabat sebagai menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Ia berharap banyak, bukan hanya tentang pemberdayaan perempuan yang agar lebih diperhatikan, tapi juga tentang fasilitas kesehatan serta penunjangnya yang harus diprioritaskan.
“Harapan kami ke depan, semoga kesehatan di wilayah pedalaman bisa baik. Pos kesehatan yang dibangun, serta rumah sakit, bisa diaktifkan, jangan hanya membangun gedung saja, tapi tidak ada petugas.”
Demikian pungkas Yan Akobiarek.
Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)