Skip to main content
Categories
Her StoryInspirasiKarir

Her Story: Chef Indonesia di Hotel Australia

Adeline Jacobus

Pertama kali saya ke Australia berawal dari kehendak orang tua saya untuk melanjutkan perkuliahan di luar negeri. Jujur saja waktu itu saya malas banget meninggalkan Jakarta. Apalagi memikirkan teman-teman dan sahabat, tongkrongan, nge-mall, wiiih pokoknya gak rela deh mau pergi ke Sidney.

Jadi ketika itu saya didaftarkan melalui agensi yang mengurus semuanya untuk bisa melanjutkan perkuliahan di Australia. Dari mulai visa-nya, keberangkatan, pendaftaran sekolah, dll. mereka yang mengurus. Saya tinggal berangkat saja.

Tidak ada teman dari agensi yang berangkat juga ke Sidney waktu itu, walhasil saya sendirian ke luar negeri. Celingak-celinguk, bukan takut, tapi was-was saja, karena tidak ada yang mengantar/teman.

Sampai di bandara Kingsford Smith Sydney, saya kaget. Ternyata di Australia sedang musim dingin. Saya lupa saat itu berapa derajat suhunya, yang pasti jaket yang saya kenakan gak mempan. Saya takjub banget waktu saya ngomong keluar asap (kayak dipilem-pilem yang gue tonton hahaha). Di bandara waktu itu sudah ada yang menjemput, pasangan opa oma yang saya gak kenal. Seketika itu juga saya diantar ke boarding house (asrama) tempat saya akan tinggal di sana.

Di asrama diberlakukan tugas dan biasanya digilir. Tiap penghuni rumah, masing-masing selalu ada tugasnya, dan ditempel roster (daftar giliran tugas) di dinding asrama untuk siapa-siapa yang bertugas. Tugasnya antara lain seperti menata meja makan setiap malam untuk makan malam bersama, ada yang bertugas untuk mem-vacuum karpet, buang sampah, merapikan toilet. Jika lalai melakukan tugas yang diberikan, anak yang bersangkutan diwajibkan untuk membayar denda $30. Waktu itu saya yang baru datang ‘ngeper’ juga kalau harus bayar $30.

Di awal masa perkuliahan, saya terdaftar sebagai sebagai student di jurusan bussiness management. Mengingat biaya hidup yang tidak sedikit di sana, sambil kuliah saya juga harus bekerja paruh waktu. Dari mulai jadi part timer babysitter, dog walker, house keeping, percetakan, pokoknya gak milih-milih pekerjaan untuk bisa bertahan hidup di sana. Bahkan pekerjaan yang murah bayarannya juga waktu itu tetap saya ambil. Padahal kalau di Jakarta boro-boro saya mau kerja.

Sambil kerja, saya banyak belajar untuk memperbaiki Bahasa Inggris saya yang masih belepotan ketika itu. Berkomunikasi dengan sesama teman dari satu asrama juga banyak ngobrol dengan ibu asrama penjaga rumah, sangat membantu di awal-awal saya beradaptasi dengan kultur Aussie.

Nah, setelah beberapa waktu saya selalu mendapat pekerjaan dari yang kasar ke kasar lagi hingga yang mendingan itu semua adalah proses. Suatu kali saya melamar ke sebuah resto, untuk menjadi kitchen hand awalnya.

Kitchen hand tugas dasarnya menyuci piring, peralatan dapur dll. Nah, di sela-sela jam sibuk resto ketika chef membutuhkan untuk potong-potong sesuatu atau menyuci sayur atau buah, biasa ditugaskan ke kitchen hand juga.

Selain itu tugas kitchen hand juga preparation (persiapan) di dapur. Biasanya Chef memperagakan dulu seperti apa cara memotong, bentuk yang diinginkan, atau menyusun sesuatu. Dan juga bagaimana membersihkan sendok dan garpu, dan disusun di mana.

Di situ saya mulai dari scratch banget. Di situ pula saya mulai tertarik untuk belajar dunia kuliner dari jalur pendidikan formal.

Di resto itulah saya mulai tertarik untuk belajar cookery. Ini yang membuat saya akhirnya mendaftar kuliah di TAFE, sekolahnya pemerintah di Aussie, mengambil jurusan Commercial Cookery – Hospitality major. Keputusan saya ini didukung oleh chef-chef di tempat kerja saya.

Bukan kebetulan juga, pemerintah Australia sedang membutuhkan banyak tenaga chef. Walhasil bagi warga negara non-Australia yang sedang berkuliah di jurusan cookery ketika itu dibuka jalur khusus untuk mendapatkan Permanent Residence (PR) dari jalur “sekolah masak.”

Ketika lulus kuliah saya bisa mendapatkan PR Aussie waktu itu. Entah kalau sekarang karena peraturannya bisa berubah. Sekarang ini yang saya tau tenaga medis yang paling dibutuhkan, seperti perawat, dokter, jadi kalau kuliah untuk jadi nurse pun di sini prospeknya sedang bagus, karena sesuai dengan kategori untuk mengajukan PR.

Selama saya berkuliah saya magang di resto tempat saya bekerja. Selama magang itulah saya mendapat banyak pegalaman kerja yang berarti di dunia kuliner.

Tugas pekerjaan saya berganti-ganti tiap 3 bulan. Pernah di section salad – kerjanya preparation untuk sajian salad dan bahan-bahannya, mencuci sayuran, dll. Tiga bulan berikutnya saya dipindahkan ke section pizza, belajar bagaimana membuat pizza dan isinya, cara memotong dll. Tiga bulan selanjutnya dipindah ke bagian hot sauce. Tugas saya membuat beragam saus dari awal, misalnya saus steak, saus pizza, saus pasta, dll. Dengan begitu ilmu yang saya dapat dari perkuliahan langsung bisa diaplikasikan di dunia kerja nyata.

dok. Adeline J.

Lebih dari 15 tahun sudah saya bergelut di dunia kuliner, kini saya menjalani pekerjaan impian saya bekerja sebagai senior chef di sebuah grup perhotelan multinational.

Jika melihat ke belakang bagaimana dulu saya menjalani berbagai pekerjaan kasar, justru hal itulah yang menempa diri saya. Membuat saya selalu melihat ke bawah, from nothing to something, siapkah diri kita untuk mau ditempa dengan berbagai macam pekerjaan? Pekerjaan kasar itu jika kita jalani dengan sepenuh hati, tidak setengah-setengah, menurut saya sama mulianya dengan pekerjaan di belakang meja.

***

dok. Adeline J.

Adeline Jacobus currently working in Mantra Chatswood hotel for the last 5 years as senior team member.

It was always her dream to work for multinational hotel group and her dream came true when she received an opportunity to work at Mantra Hotel at Chatswood .

Mantra hotel is one of Australia – New Zealand largest hotels, resorts and apartments across Australia and recently opened in Bali, Indonesia for the past 5 years.

She’s also working for the last one year in one of Sydney best growing healthy food production factory producing more than 20,000 meals every single week. She is so adept and creative, that life is so easy for her team, a great teacher and a role model for the juniors in the field.

Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)

Subscribe our newsletter?

Join Newsletter atau Hubungi Kami: [email protected]

Inspirasi
BelanjaKarirKecantikanKehidupanKeluargaIndeks
Let's be friends