Her Story: Kisah Perjuangan Seorang Buruh Migran Mengubah Nasib
- Post AuthorBy Peran Perempuan
- Post DateTue May 29 2018
Lintang Hani
Saya pernah punya memory yang pahit. Dalam umur pernikahan saya yang kurang dari 2 tahun, tinggal di kontrakan, hidup kekurangan, suami selingkuh dengan gadis lain. Tiga bulan setelah kepergian anak saya yang pertama, suami minta izin untuk menikahi pacarnya. Saya terpuruk dengan kenyataan itu?
Tidak. Saya relakan melepas Suami saya menikahi gadis itu. Saya serahkan Surat izin menikah padanya yang saya tulis tangan. Dengan tanda tangan di atas materai, yang menyatakan bahwa saya mengizinkan dia menikahi siapapun perempuan yang dia mau, lalu saya mudik ke rumah saya di kampung.
Sampai di kampung, periksa ke bidan, ternyata saya hamil 2 bulan, anak ke 2.
Tinggal berdua sama Emak, membesarkan kandungan, sambil buka warung mie ayam untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Tanggal 31 Maret 2001, anak ke-2 saya lahir, perempuan. Tanpa didampingi dan di biayai bapaknya. Masuk umur 3 bulan, saya kembali berjualan mie ayam. Menyiapkan pesanan pembeli, sambil mengawasi bayi saya di dalam box bayi.
Masuk usia 18 bulan putri saya, saya memutuskan untuk kerja menjadi TKW. Seminggu di penampungan, ada agen yang menawarkan saya untuk ikut dia ke Malasyia. Tak sampai 2 minggu, dia jamin saya dapat pekerjaan. Tidak, kata saya, karena saya punya rencana jangka panjang untuk bekerja di Hong Kong. Tapi karena peraturan dari job offer pemerintah Hong Kong hanya menerima TKW yang punya pengalaman 2 tahun di Singapura atau Taiwan saja maka saya memulai langkah saya dengan bekerja di Singapura dulu.
Alhamdulillah, proses ke Singapura sangat cepat. Tak sampai 3 bulan, saya di-interview langsung dengan majikan dan langsung berangkat. Dengan membawa 2 pasang pakaian saja, keadaan saya lebih mirip pengembara daripada pencari kerja.
Beruntung sekali, majikan di Singapura baik. Mungkin kasihan melihat keadaan saya, dia belikan pakaian kerja, pakaian dalam, dan semua kebutuhan pribadi lengkap. Kerja di rumah banglo 2 tingkat, dengan halaman yang luas. Berat?
Gak juga. Karena saya tidak takut kerja capek. Saya hanya takut kalau sampai majikan tidak puas dengan hasil kerja saya, lalu komplain ke agen dan saya di pulangkan, habislah saya.
Selesai kontrak 2 tahun, saya kembali ke Indonesia. Melanjutkan rencana hidup saya masuk Hong Kong. Dengan pengalaman 2 tahun kerja di Singapura, saya bisa masuk Hong Kong (tahun 2005). Kerja dapat 22 bulan, saya diputus kontrak.
Karena masalah miss communication antara saya dengan mertua majikan saya. Karena komunikasi sehari-hari saya dengan majikan saya menggunakan bahasa Inggris, sedang mertua perempuannya tidak bisa bahasa Inggris. Dia ngomongnya pakai bahasa Kanton.
Tahun 2007, saya kembali ke Indonesia lagi. Bulan Desember 2007, saya masuk Hong Kong yang ke-2 kali. Alhamdulillah, majikan baik, kerja saya baik. Pulang-pergi Indonesia-Hong Kong sampai sekarang ini. Gak terasa sudah masuk tahun ke-11.
Keadaan saya sudah berubah. Anak sudah besar. Keadaan hidup kami (saya, anak dan Emak) sudah membaik. Punya lumbung makanan, rumah layak huni dan masih bisa sedikit berbagi dengan orang kehidupannya kurang beruntung.
Hidup itu berat teman. Tapi yakinlah, usaha tidak pernah menipu hasil. Tidak ada sesuatu yang sia-sia jika kita mau berusaha, bekerja keras dan pantang menyerah.
Kemiskinan itu bukan warisan, apalagi takdir. Optimis menjalani hidup. Setiap orang punya kesempatan untuk memiliki kehidupan yang layak. Dirimu adalah penguasa atas kehidupanmu. Maka dirimu sendirilah yang menentukan, keadaan hidup seperti apa yang akan kamu jalani.
Selalu lihat ke depan. Ciptakan masa depan kehidupanmu. Jangan menyesali apa yang sudah kamu tinggalkan. Karena, walaupun matahari berputar pada waktu yang sama, kesempatan dan keadaan yang kita temui pasti beda di setiap dentang waktunya.
Banyak-banyaklah merundukkan pandangan. Melihat orang-orang yang berada paling bawah dari kita, agar hati dipenuhi rasa syukur dan hidup jadi bahagia.
Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)