Hijab Rina Nose, Batas Privilege Beragama Seorang Manusia
- Post AuthorBy Margaretha Diana
- Post DateWed Nov 15 2017
“Where is the wisdom we have lost in knowledge? Where is the knowledge we have lost in information?” -TS. Elliot –
Beberapa hari terakhir ini netizen ramai berkomentar serta bergunjing tentang dilepasnya hijab dari kepala artis yang juga public figure, Rina Nose. Artis serba bisa kelahiran kota kembang ini, sontak menuai kritikan serta hujatan dari para netter di akun instagramnya. Bahkan tak sedikit yang bernada kasar serta kurang ajar. Yang lucunya, kata-kata kasar tersebut, tak sedikit dituliskan oleh akun-akun yang memakai foto profil memakai hijab pula.
Fenomena artis melepas hijabnya, sebenarnya bukan hanya kali ini saja. Sebelumnya sudah ada artis Marshanda yang juga melepas hijabnya. Dan jauh hari, sebelum hijab menjadi trend seperti sekarang, artis Trie Utami sudah terlebih dahulu melepas hijabnya, seusai memutuskan berpisah dengan mantan suaminya. Tapi pada saat itu, memang yang namanya media sosial, tidak seheboh serta seramai sekarang. Sedangkan pada saat itu, karier Trie Utami sendiri, sudah tak semoncer dulu, tak seperti karier Rina Nose yang memang masih cukup moncer di dunia hiburan tanah air.
Hijab, sebenarnya adalah area pribadi seorang perempuan muslim. Sebuah panggilan untuk hati yang sudah siap. Dan termasuk area yang amat sangat personal, antara Tuhan dan umatnya. Hak serta kewajiban manusia lain, cukup hanya melihatnya saja, tak perlu menghakimi sedemikian rupa, karena itu adalah hak yang paling hakiki yang dimilik oleh manusia di muka bumi ini, yaitu beragama, serta menjalankan agamanya, tanpa mengganggu dan merugikan hak orang lain.
Saya jadi teringat obrolan dengan kawan di laman sosial medianya. Dia berkata, “Iya, mereka yang lepas hijab, sibuk dihujat, tapi kalau ada perempuan yang lepas baju, sibuk di-download, miris bukan?” Padahal toh ia berhijab untuk dia dan Tuhannya, bukan untuk menyenangkan orang lain. Lalu mengapa kita berperan sebagai hakim untuk pilihannya, sedang kita pun tidak tahu, apa yang telah Tuhan lakukan kepadanya, sampai ia memutuskan untuk melepas hijabnya.
Kesadaran, kembali lagi, sebuah kesadaran untuk menjadi seorang manusia yang ber-empati serta mempunyai simpati, seolah menguap entah kemana, saat melihat seseorang melepas atribut keagamaannya yang kasat mata, seperti hijab ini. Padahal nilai iman seseorang, bukan dilihat dari apa yang ia pakai, jubah apa yang ia kenakan, stempel apa yang ia pakai, nama apa yang ia kenakan, melainkan apa yang ia lakukan. Dan kembali lagi, itu semua, Tuhan yang mengatur, Tuhan yang menilai, baik buruknya iman seseorang. Kita manusia, hanya bisa saling mengulurkan tangan, saat ada yang membutuhkan bantuan.
Seperti tanggapan Rina Nose,
”Anda Tuhan? Udahlah, kalian tenang aja, nggak usah nge-judge gue, tenang aja. Kan katanya percaya, semua ini Tuhan yang mengatur. Yah sudah serahin saja sama Tuhan, ngga usah diatur sama kalian.”
Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)