Iklan Kondom Fiesta Jadikan Pramugari sebagai Obyek Seksualitas
- Post AuthorBy Marintan Ompusunggu
- Post DateWed Oct 25 2017
Beberapa hari lalu seorang teman sesama pramugari mengirimkan saya sebuah pesan di Facebook messenger dengan tautan Youtube.
“Mbak, check this out.”
Sebuat tautan link Youtube dengan judul “Iklan Kondom Fiesta – Safety Airlines” membuat saya penasaran.
Setelah melihat iklan tersebut sampai tiga kali, emosi jiwa saya dibuatnya. Sebab iklan ini telah merendahkan profesi pramugari dengan stereotipe yang menjijikkan.
“Kalau menurut aku inappropriate, sebagai cabin crew aku melihatnya jijik, profesi kita dibuat iklan beginian,” teman saya yang bernama Ruri tersebut berujar.
Saya sangat setuju dengan pernyataannya tersebut. Siapapun yang membuat konsep iklan ini jelas tidak berpikir panjang akibat yang bisa ditimbulkan dari penayangannya yang belakangan semakin marak di layar televisi.
Saat saya membagikan kegusaran saya tersebut di laman Facebook pribadi saya, reaksi yang saya terima beragam. Kebanyakan menyuarakan ketidaksetujuan yang sama, meskipun ada juga yang berpendapat tidak ada yang salah pada iklan tersebut. Malahan merasa terhibur dan menyebut iklan tersebut kreatif dalam mengampanyekan PSTD (prevention of sexual transmitted disease) atau pencegahan penularan penyakit menular seksual.
Mari kita coba untuk jujur pada diri sendiri. Apakah penonton televisi Indonesia sudah siap untuk kampanye semacam ini? Kebanyakan penonton televisi hanya melihat kulit luarnya saja dan seringkali tidak menangkap keseluruhan pesan yang terdapat di balik suatu tayangan. Apalagi sebuah iklan yang hanya berdurasi beberapa detik saja.
Kondom Fiesta dalam iklan terbarunya menampilkan gadis-gadis muda dalam balutan pakaian pramugari berjoget genit sambil memeragakan cara pemakaian sabuk pengaman dan jaket pelampung. Konsep “safety can be fun” diusung dengan menunjukkan gerak-gerik pramugari memamerkan tubuhnya dalam baju pendek ketat di dalam kabin penuh penumpang pria.
Sungguh jijik melihatnya.
Terlebih lagi karena baik saya maupun banyak kolega sesama pramugari kerap menjumpai penumpang yang berusaha mencari kesempatan dalam kesempitan di hampir setiap penerbangan. Mulai dari tatapan berhasrat, panggilan yang melecehkan, meminta nomor ponsel dengan nada memaksa, sampai sentuhan yang tidak senonoh. Hampir semua pramugari yang saya temui dan ajak bicara kerap berbagi cerita mereka mengenai pelecehan seksual secara verbal dan fisik yang mereka alami oleh beragam profil penumpang.
Masih ingat di benak saya kejadian pelecehan pramugari Garuda Indonesia yang menjadi headline di beragam portal berita tahun lalu setelah status salah satu penumpang saksi menjadi viral di Facebook. Kala itu seorang penumpang pria memesan susu pada pramugari yang sedang menanyakan minuman apa yang ingin dipesannya. Dan penumpang yang duduk di sebelahnya mengomentari dengan nada bercanda “Susu yang kanan atau kiri?” dan keduanya pun tertawa. Sang pramugari yang dilecehkan lewat pernyataan tersebut tidak terima dan melaporkan hal tersebut pada kapten. Seusai pendaratan, kedua penumpang diserahkan kepada pihak yang berwajib.
Itu baru contoh pelecehan seksual secara verbal, belum yang lebih parah lagi yaitu secara fisik. Tak jarang penumpang mencolek pramugari di area pinggang, pinggul, atau bokong dengan alasan hanya sekedar memanggil karena perlu sesuatu. Di tahun 2012 seorang pramugari Lion Air pernah hampir diperkosa oleh salah seorang pemain sepakbola ketika dia sedang tertidur di apartemennya sendiri.
Hampir setiap penerbangan, para pramugari berusaha untuk mengabaikan tahap awal pelecehan yaitu rayuan atau kata-kata yang tidak senonoh. Kalau beruntung, calon pelaku pelecehan akan berhenti karena malu atau karena adanya interupsi dari orang lain yang berada di lokasi kejadian. Tapi tak jarang pelecehan terjadi dan orang-orang di sekitar memilih untuk diam dan tak ikut campur.
Dua contoh pelecehan ini adalah kasus yang dilaporkan dan berhasil dimuat di media nasional. Namun pelecehan pramugari bukanlah fenomena baru dan ada lebih banyak yang tidak dilaporkan. Bahkan tak jarang kasus pelecehan ditutupi oleh pihak maskapai untuk mencegah publisitas buruk.
Dengan fakta yang ada seperti ini, saya masih tidak dapat menyelami jalan pikiran para konseptor iklan Fiesta “Safety Airlines” tersebut. Apakah mereka berpendapat bahwa pramugari adalah objek seksual yang halal untuk dipromosikan demi menjual produk? Tidakkah mereka berpikir bahwa sebagian besar penonton Indonesia adalah keluarga dan bahkan anak-anak. Kalaupun penonton pria yang menjadi target sasaran menonton iklan tersebut, apakah itu akan membuat mereka menjadi lebih sadar diri dengan praktik seks yang aman? Bukankah di alam bawah sadar mereka akan semakin tertanam jelas stereotipe buruk tentang pramugari yang selama ini sudah banyak beredar?
Dear Fiesta Indonesia, menjual produk tidak harus mengobjektifikasi perempuan apalagi profesi tertentu (dalam hal ini pramugari). Belajar untuk lebih cerdas membuat konsep iklan agar tepat sasaran. Stop objektifikasi perempuan!
Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)