Kartini Jaman Now, Bukan Sekedar Kartini Tukang Selfie
- Post AuthorBy Margaretha Diana
- Post DateFri Apr 20 2018
Membaca dan mengikuti kasus bayi Calista di Kerawang, Jawa Barat, yang tergeletak koma hingga meninggal dunia, karena disiksa, miris rasanya. Bayi Calista, menerimaa siksaan dari pacar sang ibunda, juga ibundanya sendiri semasa masih hidup. Siksaan yang tak semestinya diterima oleh balita seumurnya.
Kasus penganiayaan terhadap anak, yang masih terus bergulir dan diselidiki oleh polisi dengan delik umum tanpa memerlukan pengaduan ini, masih menjadi sorotan khayalak ramai. Terutama setelah Calista, balita mungil ini akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya, pada hari minggu kemarin, tanggal 25 Maret 2018, setelah tergeletak dengan kondisi koma, lebih dari 12 hari.
Untuk sementara, sang ibu, Sinta, masih ditahan oleh pihak kepolisian, untuk pemeriksaan lebih lanjut. Karena diketahui pula, bahwa tak hanya pacarnya, tapi ia sendiri, ternyata kerap ikut menyiksa buah hatinya sendiri. Hal yang juga menimbulkan kecurigaan pihak paramedis yang menangani bayi Calista, hingga merekalah yang berinisiatif melaporkan kondisi bayi Calista pada pihak kepolisian.
Diberitakan, bahwa Sinta sendiri merasa stress dan tertekan, di dalam tahanan. Ibu muda ini, harus menanggung akibat atas perbuatannya.
Sinta, adalah satu potret perempuan sub urban, yang tergerus arus jaman. Ia tak mampu menjadi seorang perempuan yang kuat, yang tak hanya bisa berjuang untuk dirinya sendiri, api juga untuk anak-anaknya. Potret perempuan, yang sudah sepatutnya menjadi perhatian, bahwa masih banyak Sinta-Sinta lain, yang membutuhkan uluran tangan sesama perempuan, agar perempuan, tak lagi menjadi kanca wingking, yang hanya mengandalkan seorang laki-laki dalam hidupnya. Tapi justru mandiri, mampu berpijak di atas kakinya sendiri.
Sesuatu, yang dahulu kala, pernah dicita-citakan oleh seorang perempuan, bernama Kartini. Yaitu bahwa perempuan di negerinya, tak hanya boleh dan mampu berdiri diatas kakinya, tapi juga bisa bahu membahu menghadapi arus perubahan jaman.
Sudah tak lagi jamannya, perempuan hanya sibuk ber-selfie ria, memamerkan kecantikan fisik semata. Perempuan sekarang, adalah perempuan yang tak hanya diperhatikan hanya karena kecantikannya, tapi justru karena kecerdasannya. Karena dunia butuh lebih dari sekedar kecantikan para perempuan.
Memang sudah saatnya, dunia begitu jauh berbeda bagi para perempuan. Perempuan diharapkan, serta diberi tempat, untuk ikut duduk, mengatur dunia, menyuarakan suaranya. Karena biar bagaimanapun, yang tahu kebutuhan serta seluk beluk perempuan, ya perempuan itu sendiri, bukan orang lain.
Seperti kata Sheryl Sandberg, dalam bukunya, Lean In, Women, Work, And The Will To Lead.
Perempuan sekarang, harus berani terjun, masuk dan terlibat dalam masyarakat, melalui media kerja apapun. Jangan menahan diri, menghalangi diri sendiri untuk maju, hanya karena alasan klasik seperti sudah berumah tangga, atau menjaga perasaan pasangan. Perempuan, jelas lebih mampu, capable dalam segala situasi, karena sudah terbiasa dan dibiasakan untuk berjuang menghadapi hidup.
Karena pada dasarnya, perempuan pun bisa setara dengan kaum pria. Kita, perempuan, mampu dan sanggup mewarnai dunia, lewat banyak warna dan rasa. Kita bukanlah lagi generasi para Kartini tukang selfi, tapi generasi para Kartini yang bahu membahu membangun negeri. Menyuarakan ’merdeka’ dari jiwa, agar dunia tak hanya mendengar, tapi melihat karya serta kerja nyata kita.
Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)