KPAI: 26.954 Kasus Kekerasan Terhadap Anak
- Post AuthorBy Arako
- Post DateMon Jul 23 2018
Sejarah mencatat, Hari Anak Nasional (HAN) digagas pertama kali oleh Presiden RI ke-2, Soeharto lewat Keputusan Presiden No 44 tahun 1984 silam. Sejak saat itu, HAN diperingati setiap tahunnya sebagai penghormatan terhadap hak-hak anak selaku generasi penerus bangsa.
Tiga puluh empat tahun berlalu, namun sudahkah hak anak di sekitar kita terpenuhi? Sebagian mungkin sudah, namun masih banyak juga yang belum tentunya. Adapun yang disebut anak, adalah setiap manusia yang belum berusia 18 tahun, termasuk mereka yang masih di dalam kandungan.
Berikut adalah hak-hak anak yang wajib dipenuhi berdasarkan Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
1. “Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” (pasal 4)
Faktanya, data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan, sedikitnya terjadi 2737 kasus kekerasan terhadap anak pada 2017. Belum termasuk mereka yang masih mengalami diskriminasi karena isu SARA maupun kondisi fisiknya. Dalam 7 tahun terakhir ditemukan sebanyak 26.954 kasus anak berdasarkan 9 klaster, 3 klaster diantaranya merupakan kasus yang paling tertinggi.
Beberapa kasus yang paling banyak dihadapi oleh anak-anak yaitu, kasus anak berhadapan hukum baik pelaku maupun korban 9266 kasus, kedua kasus di keluarga dan pengasuhan alternatif baik korban perceraian orang tua, perebutan hak asuh dan kasus penelantaran ada 5006, ketiga kasus serta Pornografi dan Cyber Crime baik sebagai korban maupun pelaku 2358 kasus.
2. “Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.” (pasal 5)
Berapa banyak dari kita, orang dewasa yang masih senang memanggil anak dengan julukan atau panggilan yang tidak sepantasnya? Bisakah mengganti panggilan “Hei, Bodoh!”, “Anak tak tahu diuntung!”, atau “Sialan!” dengan nama yang sesuai dengan identitas anak sendiri?
3. “Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua.” (pasal 6)
Bunyi kalimatnya “dalam bimbingan orang tua”, namun praktiknya sering kali berubah jadi “dalam paksaan orang tua”.
4. (1) “Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.”
(2) “Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 7)
Kasus pembuangan dan pembunuhan bayi oleh orang tua sendiri sayangnya masih begitu rutin menghiasi surat kabar kita.
5. “Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.” (Pasal 8).
Dan banyak dari mereka yang sakit hanya dirawat apa adanya karena keterbatasan biaya. Kadang memang karena orang tuanya yang tidak mampu, kadang karena negara yang tidak mau tahu.
6. (1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
(2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus (Pasal 9).
Berapa angka anak putus sekolah saat ini? Mereka yang masih bisa lanjut sekolah pun sering kali dibunuh cita-citanya oleh orang tua atau gurunya sendiri. Anak berminat jadi pembalap dipaksa menjadi dokter. Anak berbakat melukis, sering berakhir melanjutkan bisnis keluarga. Belum lagi mereka yang selalu di-bully karena berbeda.
7. Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan (Pasal 10).
Bagaimana anak berani menyatakan dan didengar pendapatnya jika yang selalu mereka dengar hanyalah “Kamu anak kecil tahu apa? Nurut sama orang tua kalau dibilangin!”
8. Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri (Pasal 11).
Bagaimana dengan mereka yang lahir di kolong jembatan dan tumbuh besar di jalanan? Yang setiap harinya berkutat dengan tumpukan sampah atau asap kendaraan … adakah kesempatan untuk mereka bermain sementara hidup mereka adalah sebuah pertarungan dengan maut.
9. Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial (Pasal 12).
Seharusnya memang rehabilitasi, tapi tidak sedikit yang berakhir diisolasi maupun didiskriminasi.
10. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan :
a. Diskriminasi;
b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. Penelantaran;
d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e. Ketidakadilan; dan
f. Perlakuan salah lainnya (Pasal 13).
Adakah dari kita berani melapor saat melihat ke-tidak-beresan di atas di depan mata? Atau lebih pilih menutup mata dan telinga karena merasa “Ah, bukan anakku ini kok!”
11. Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir (Pasal 14).
Perceraian atau konflik keluarga yang berujung perpisahan hanya akan membuat lubang luka menganga di dalam hati mereka.
12. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari :
a. Penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. Pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. Pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d. Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan;
e. Pelibatan dalam peperangan (Pasal 15).
Nyatanya masih banyak anak-anak kita yang dibawa orang tuanya saat berdemo atau kampanye politik. Tak sedikit pula yang diajari berujar kebencian pada kelompok mereka yang berbeda.
***
Penuhi hak-hak anak seluruhnya, atau pikirkan kembali sebelum menyeret mereka ke dunia ini. Ingatlah, tak ada seorang anak pun yang meminta dilahirkan. Mereka tidak hadir hanya untuk terenggut haknya.
Penuhi hak-hak anak seluruhnya, persiapkan yang terbaik untuk dirinya. Sampai tiba waktu untuk mereka menjalani hidup sendiri. Mengarungi dunia sendiri.
Itulah hakikat sebenar-benarnya orang tua.
Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)