Lika-liku Single Mother, Dihina Calon Mertua: “Menikah dengan Janda?”
- Post AuthorBy EmakPengenKurus
- Post DateSat Aug 11 2018
Tak ada seorang istri yang ingin bercerai dengan suaminya, apalagi jika sudah memiliki buah hati. Bukan karena masalah ekonomi–karena banyak single mother yang lebih jaya secara finansial dibanding perempuan yang bersuami, namun lebih kepada beban mental yang akan dipikul. Tahu sendiri bagaimana miringnya pandangan orang Indonesia terhadap para single mother, alias janda.
Kisah nyata dari Ciamis, Jawa Barat ini dituturkan oleh orang terdekat saya sendiri. Anak sulung dari tiga bersaudara, kelahiran tahun 1990 dan memiliki mimpi yang indah tentang pernikahan. Ia percaya, menikah di usia muda akan bertahan hingga tua karena saling mencintai. Kenyataannya tidak, pernikahannya kandas di usia yang masih seumur jagung. Cinta saja tak cukup untuk membayar tagihan listrik dan membeli lipstik. Pekerjaan tak punya, niat untuk menafkahi pun tak ada. Mereka pisah ranjang, si istri kembali ke rumah orangtua, pun si suami kembali ke pelukan ibu bapaknya. Saat itu, teman saya sedang mengandung buah cintanya dengan lelaki yang kemudian menggantungkan statusnya selama bertahun-tahun.
Menjalani hidup sebagai single mother mengajarkannya banyak hal yang dulu tak pernah terpikir sedikitpun. Tentang tanggung jawab pernikahan yang berat, kekuatan untuk bekerja serabutan demi susu dan popok, serta keberanian yang berlipat untuk hidup menjanda tanpa peduli nyinyiran tetangga.
Tapi mimpi tentang pernikahan tak padam, ia tetap membuka hati demi rumah tangga impiannya. Bertemulah dengan seorang lelaki kepala 4, PNS di Dinas Perhubungan Kota Batam. Duda beranak satu, begitu katanya. Membuai dengan janji manis pernikahan dan hidup yang lebih baik, namun nyatanya? Ia masih seorang suami, tinggal serumah pula. Syukur teman saya tak sampai dilabrak dan dikatai pelakor.
Kisah berikutnya dengan seorang pemuda, bekerja sebagai surveyor di salah satu leasing di kota tempat tinggalnya. Saat tahu si single mother belum resmi bercerai, si surveyor mundur perlahan tak berkabar. Malas keluarkan uang lebih katanya. Tak lama, si surveyor menikah dengan mewahnya di sebuah gedung.
Kecewa dan sakit hati, teman saya memutuskan untuk hidup sendiri tanpa perlu buru-buru mencari ayah baru untuk anaknya. Berkas perceraian ia selesaikan sendiri, dengan biaya yang ia kumpulkan dari royaltinya menulis–teman saya seorang penulis lepas, dan resmilah ia menyandang status janda cerai hidup.
Bertemu lagi dengan tambatan hati lainnya, sesama penulis lepas yang langsung mengajaknya menemui orangtua, dikenalkan dengan harapan mendapat restu. Tapi apa daya, restu tak didapat, malah cemooh yang dibawa pulang. “Menikah dengan janda? Kamu sudah tak laku sama perawan?” “Janda beranak dari muda, dulunya gadis nakal, ya?” Si calon mertua bilang tidak, dioleh-olehi hinaan dan dilengkapi perubahan sikap dari si calon suami. Lengkap sudah.
Lagi-lagi kecewa, mulai putus asa dan ibunda dipanggil sang Maha Kuasa. Tak terbayang betapa remuknya hati teman saya, sendirian menghadapi hari-hari, bekerja banting tulang siang malam, tak ada tempat bercerita. Jika saya jadi dia, mungkin sudah berkali-kali mengatur jadwal konsultasi bersama terapis. Tapi ia tidak, menceritakan kisahnya pun ia sambil tersenyum, karena semua sudah terlewati, tak ada yang perlu ditangisi lagi. Begitu katanya.
Tak lagi memikirkan pernikahan, teman saya belajar menerima kenyataan. Hidup berdua dengan si buah hati tidak sesepi itu, sesungguhnya ia sangat bahagia, hanya saja ia kurang bersyukur. Bersujudlah ia, bersyukur pada Tuhan YME atas keberuntungan yang ia miliki, semua pengalaman hidup berharga yang ia dapatkan. Soal jodoh… biar datang sendiri, tak usah dicari.
Rencana Tuhan memang selalu paling indah, setelah teman saya mempelajari nikmat Tuhan sebagai single mother selama 8 tahun lamanya, berkali-kali cucurkan air mata meneguhkan hatinya, ia pun dipersunting pemuda yang menerima ia–dan anak semata wayangnya, dengan tangan terbuka. Lelaki baik, dari keluarga baik dan menerima statusnya tanpa banyak tanda tanya. Ahh…, nikmatnya bersabar.
Kepada teman-teman single mother di luaran sana, bersabarlah. Rencana Tuhan tak pernah gagal bahagiakan kita.
Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)