Lui Lai Yu: “Saya Tidak Malu Menjadi Korban Pemerkosaan!”
- Post AuthorBy Arista Devi
- Post DateSat Dec 02 2017
Tepat di hari ulang tahunnya yang ke-23, Lui Lai Yu mengunggah sebuah pengakuan mengejutkan yang membuat heboh masyarakat Hong Kong.
“Saya pernah diperkosa oleh mantan pelatih saya. Ketika saya berusia sekitar 15 tahun, saya diajak ke rumah seorang pelatih yang saya hormati. Dia memijat paha saya dengan dalih pelemasan otot. Kemudian dia melepas jins dan celana dalam panjang saya dan menyentuh bagian pribadi saya. Saya tidak berani menolaknya….”
Setelah kejadian yang dialaminya, Lui Lai Yu mengaku masih terus bekerjasama dengan pelatihnya, bahkan masih bersama ketika merayakan ulang tahunnya setiap tahun.
“Apakah saya gila? Bagaimana saya bisa merayakan ulang tahun saya dengan pelatih yang telah memperkosa saya? Saya tidak tahu. Baru dua tahun yang lalu saya bisa bercerita kepada salah satu teman karib saya.”
Menjelang ulang tahunnya ke-23, Lui menghabiskan banyak waktu untuk menimbang apa yang seharusnya ia lakukan. “Saya belum pernah mendengar kasus pemerkosaan atau tindakan tidak senonoh terjadi di sektor olahraga di Hong Kong, tapi saya yakin pasti ada insiden yang sama. Jika Anda memiliki pengalaman serupa dengan saya, semoga Anda bisa mengumpulkan keberanian untuk meminta bantuan kepada orang-orang di sekitar Anda dan berhenti memanjakan pelakunya.”
Keberanian Lui, atlit pelari gawang yang sudah berkali-kali mengharumkan nama Hong Kong di berbagai kompetisi, untuk mengungkapkan kisah lukanya diakuinya karena terinspirasi McKayla Maroney, sesama atlit yang menjadi peraih medali emas di Lunoom Gymnastic yang beberapa bulan lalu juga mengekspos kasus pelecehan seksual yang pernah dialaminya. Dengan mengungkapkan pengalaman seksualnya, ia berharap bisa menerima dan menghadapi masa lalunya dengan terbuka. Lebih dari itu ia juga ingin menginspirasi orang lain.
Lui mengatakan keberaniannya untuk mengungkapkan tragedi yang dialaminya dilandasi tujuan untuk menumbuhkan perhatian masyarakat tentang pelecehan seksual terhadap anak-anak, mendorong korban yang tidak beruntung untuk berdiri dengan berani dan membiarkan masyarakat tahu bahwa masalah seksual itu tidak memalukan dan sudah seharusnya dibahas atau didiskusikan secara terbuka.
Kepada Netizen, Lui menceritakan kronologi kejadian yang dialaminya. Pada usia 14 tahun dia bertemu pelatih Y karena berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya. Pelatih Y sangat bersemangat mengajarnya secara bertahap dan berhasil mendapatkan kepercayaan darinya. Dari waktu ke waktu, keduanya bisa menikmati teh sore atau makan siang bersama. Hubungan keduanya selayaknya seorang guru dan teman akrab. Setahun kemudian, performa atletik Lui membaik dan dirinya sangat percaya bahwa pelatihnya bisa membuatnya berprestasi lebih tinggi.
Hari itu adalah hari Sabtu di siang hari, tepat setelah jam sekolah berakhir, Lui menerima telepon dari pelatih Y. Pelatih bertanya apakah otot Lui tegang setelah berolahraga minggu sebelumnya dan dia menawarkan untuk memijat Lui agar ototnya lebih rileks. Pijat, di sudut pandang atlet, sangat normal dan merupakan hal yang biasa. Lui tidak menyadari adanya ancaman bahaya pada saat itu karena dia sudah menganggap pelatihnya adalah seorang pelatih profesional.
“Awalnya saya bertemu pelatih Y di tempat olah raga. Setelah bertemu dia mengatakan bahwa dirinya tidak mungkin memijat di stadion dan menawarkan kepada saya untuk bersantai di rumahnya. Saya setuju. Sekali lagi, saya tidak melihat adanya bahaya, karena saya hanya seorang siswi SMP dan dia adalah pelatih yang saya hormati. Sesampainya di rumahnya, dia menginstruksikan saya untuk berbaring di tempat tidur. Dia memijat paha saya dengan tangan, bolak-balik tiga atau empat kali, lalu mengatakan kepada saya bahwa pijat tidak bisa maksimal hasilnya karena saya mengenakan jeans panjang dan dia mengusulkan agar saya melepasnya. Saya sangat percaya kepadanya, jadi saya tidak pernah berpikir dia akan melakukan hal tercela kepada murid-muridnya.
Selanjutnya, dia melanjutkan apa yang disebutnya “pijat”. Dia melepas celana jins panjang dan celana dalam saya dan menyentuh bagian pribadi saya. Sampai kejadian berakhir, saya masih tidak tahu harus berbuat apa.”
Lui masih merasa kontradiktif dengan pelatih Y yang turut merayakan ulang tahunnya setiap tahun setelahnya. Dia menyimpan rapat-rapat apa yang pernah dialaminya, hingga sekitar dua tahun yang lalu, untuk pertama kalinya dia bisa curhat kepada teman karibnya.
“Manusia adalah makhluk yang kontradiktif, dan saya telah bersama pelatih saya selama bertahun-tahun dan dia telah mengajari saya waktu yang cukup lama. Jadi tidak mengherankan jika saya masih merayakan ulang tahun saya setiap tahun dengannya. Bagaimana bisa saya mengungkapkan tentang perkosaan yang saya alami? Saya tidak tahu. Yang saya bisa hanya membodohi diri dan mengatakan pada diri saya sendiri bahwa hal itu tidak pernah terjadi.”
Tapi tidak seperti mulut yang bisa dibungkam, Lui mengaku reaksi tubuhnya sangat jujur. Setelah kejadian itu, setiap kali pelatih Y mendekatinya, tubuhnya akan mengatakan sesuatu kepada dirinya sendiri.
“Kontak tubuh kami, sejak saat kejadian itu menjadi kaku dan hanya terbatas pada dia mengusap kepala saya.”
Seiring bertambahnya waktu, Lui masih sering bertemu dengan pelatihnya, saling sapa dan berbincang. Tapi Lui cenderung menghindar dan ingin cepat kabur ketika sedang berdekatan dengan sang pelatih. Dan karena hal tersebut, Lui mendapatkan banyak gosip, sikapnya dikatakan tidak sopan dan dinilai sebagai tindakan orang yang tidak tahu berbalas budi kepada pelatihnya.
Lui sempat gamang sebelum memutuskan untuk bersuara. “Di satu sisi, saya tidak ingin semua orang hanya fokus pada masalah yang saya alami, di sisi lain, saya ingin memberi tahu setiap orang bahwa pelaku pelecehan seksual akan merasionalisasi segalanya dan memanfaatkan kepercayaan korban kepadanya untuk mencapai tujuannya.”
Lebih lanjut Lui mengatakan bahwa di sektor olahraga di Hong Kong, tidak pernah terdengar ada kasus pemerkosaan atau serangan tidak senonoh, tapi dia yakin pasti ada insiden serupa yang pernah terjadi dan dialami sesama atlet tapi tidak diketahui orang lain. “Jika Anda memiliki pengalaman serupa dengan saya, semoga Anda dapat bersuara. Jika mengingat budaya Tiongkok memang isu seksual selalu dianggap memalukan dan tidak pantas dibicarakan secara terbuka. Tapi ketika Anda sudah berani berdiri, keberanian Anda akan mempengaruhi banyak orang, sama seperti bagaimana pengakuan McKayla mempengaruhi saya.”
Kehebohan publisitas Liu menuai banyak reaksi, dengan tegas ia meyakinkan kerabat dan teman-temannya bahwa dia baik-baik saja.
“Saya tidak malu menjadi korban. Jangan sesali apa yang sudah terjadi. Anda tidak perlu merasa bersalah karena Anda seperti saya, telah mempercayai orang yang tidak bisa dipercaya. Kejadian buruk ini bukan salah saya, bukan salah orang tua saya, atau sekolah saya, tapi murni kesalahan orang yang memanfaatkan kepercayaan untuk kepentingannya sendiri. Saya tidak malu menjadi korban pemerkosaan, saya tidak ingin Anda bersedih untuk saya. Justru sebaliknya, saya pikir seharusnya Anda bertepuk tangan atas keberanian saya bersuara. Saya tidak pernah benar-benar patah, justru luka lah yang membuat saya tumbuh lebih kuat. Membuat saya menolak untuk diam!”
Lui menggunakan hashtag #metoo untuk postingan pengakuannya yang menjadi viral tersebut.
“Hari ini adalah ulang tahun ke 23 saya, bisa mengungkapkan kebenaran membuat saya lega, dan mengubah diri saya dari seorang korban pelecehan seksual menjadi seorang survivor adalah hadiah ulang tahun saya untuk diri saya sendiri. Jika Anda ingin mengirimi saya ucapan selamat dan perhatian, silakan membagikan postingan #metoo saya agar bisa terus menyemangati dan menyentuh lebih banyak korban dan membuat mereka mau mengungkapkan kejahatan para pelaku.”
Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)