Skip to main content
Categories
BudayaHobbyNusantara

Memilih Anis, di Jakarta Banyak yang Bohong

Insan Purnama

Masyarakat modern adalah masyarakat konsumtif yang dimanjakan berbagai barang dan makanan. Tesis itu tidak terbantahkan, bukan? Cek sekeliling kita: super(hyper)market menyediakan berbagai barang, pun online shop, sepanjang jalan berbagai kuliner pun berjejer. Bagaimana tidak enaknya masyarakat modern, semua kebutuhannya dapat terpenuhi serba cepat dan instant.

Pernah ke super(hyper)market, bukan? Coba lihat rak-rak dijejerkan dan di atasnya berjejer berbagai barang yang fungsinya dan bentuknya sama, tetapi berbeda merek. Soal merek saja kita sudah dihadapkan dengan pilihan. Kadang sambil berjalan menyelusuri lorong yang di sampingnya berdiri rak-rak, kita berpikir menentukan pilihan, itu kalau serius mau belanja. Kalau yang gak serius belanja, sekadar bersenang-senang saja, ya mikir juga menentukan pilihan: memilih barang untuk dicek harganya. Ya gak apa-apa atuh, ngecek harga pun pilihan lho.

Kita memilih barang berdasarkan banyak faktor, misalnya tingkat kebutuhan terhadap barang itu, sampai pada kesesuaian harga barang tersebut dengan isi dompet kita. Dan, kadang pilihan kita terhadap barang dipengaruhi orang lain, misalnya pasangan atau sales barang tersebut. Ketika seorang istri memilih barang, sang suami kerap mencoba memengaruhinya.

“Jangan yang itu, Mah, harganya mahal,” kata suami.

Istri tak mudah mengalah, ia menjawab, “Tapi, Pah, meskipun mahal barang ini awet lho. Punya tetangga kita sampai sekarang belum rusak, padahal sudah lama belinya.”

Akhirnya, ya sudahlah. Suami membiarkan istri sibuk memeriksa barang, lalu suami pun berjalan perlahan ke bagian lain toko tersebut.

Di super(hyper)market, tidak aneh bukan waktu kita melihat banyak sales produk yang merayu kita membeli produknya?

“Silakan dicoba susunya, Pak?” rayu sales girl yang menyodorkan susu penguat tulang.

“Boleh ini?” tanya seorang pria sambil tersenyum.

Tapi, tiba-tiba, “Awas saja kalau berani,” bisik istri dari pria tersebut yang tiba-tiba muncul di sampingnya dengan napas ngos-ngosan setengah lari menghampiri.

Ya, memilih itu unik. Saya bisa memamahi betul kenapa temanku sangat suka Anis. Bahkan, saking sukanya sama anis, ia rela pergi ke Tasikmalaya. Sayangnya, anisnya pernah mati di sarangnya. Ia pun bersedih. Tapi, tidak terlalu lama ia pun membeli lagi anis, tetap di Tasikmalaya, bukan di Jakarta. Kata dia, pedagang Anis di Jakarta banyak yang nggak jujur….. Saya juga pengen memelihara anis, tapi tampaknya love bird lebih menggoda.

Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)

Subscribe our newsletter?

Join Newsletter atau Hubungi Kami: [email protected]

Inspirasi
BelanjaKarirKecantikanKehidupanKeluargaIndeks
Let's be friends