Skip to main content
Categories
BeritaBudayaHobbyInspirasiMelukis

Pertama Kali di Dunia Lukisan Sutera dengan ‘Batik Dingin’

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bekerjasama dengan Perempuan Pendidik Seni Indonesia (Komunitas 22 Ibu) menggelar Pameran Lukisan di atas kain sutera sejak tanggal 7 hingga 21 Agustus 2017, di Galeri Nasional Jakarta.

Dibalik pameran lukisan ini ternyata ada cerita menarik bagaimana proses melukis di atas kain sutera dengan menggunakan gutha tamarind. Gutha tamarind ini digunakan seperti proses membatik. Kalau membatik biasa digunakan malam atau lilin yang panas untuk membuat sketsa, maka dengan gutha tamarind yang terbuat dari biji asam jawa tidaklah panas. Itu sebabnya teknik ini disebut sebagai ‘batik dingin.’

Teknik ini disebut sebagai satu-satunya dan yang pertama kali dilakukan di dunia. Para pelukis yang memajang karyanya berasal dari perempuan pendidik, dari mulai guru TK hingga dosen.

Nurul Primayanti yang berprofesi sebagai dosen design productengineering menceritakan bagaimana proses pembuatan karya lukisannya yang membutuhkan waktu berhari-hari. Hari pertama adalah membuat sketsa dengan gutha tamarind lalu dibiarkan kering hingga sehari. Lalu di hari kedua adalah memberikan warna-warna di atas kain sutera tersebut. Fungsi sketsa dari gutha tamarind ini adalah agar tiap warna tidak saling tercampur dalam kain sutera tersebut. Meski mereka juga tetap menggunakan teknik gradasi warna untuk memperkuat keindahan lukisannya.

Setelah lukisan lengkap dengan warna-warna yang cocok, belumlah selesai prosesnya. Lukisan di atas kain sutera itu harus dikukus!

Untuk mengukus lukisan tersebut, kain sutera itu harus dilapisi oleh kertas koran di bagian atas dan bawahnya. Lalu dilipat seperti membuat kipas dari kertas. Pengukusan ini membutuhkan waktu selama 30 menit.

“Kalau perlu bisa juga untuk membungkusnya dengan kertas alumunium foil,” ujar Nurul menceritakan bagaimana kekhawatirannya dalam mengukus karya lukisannya. Karena proses seperti ini baru pertama kali ia lakukan.

“Saya sempat khawatir, apakah tone warnanya akan turun atau memudar terkena panas,” kisahnya.

Nurul Primayanti dengan hasil karyanya Raden Dewi Sartika

Setelah dikukus, belum selesai prosesnya. Lukisan tersebut harus dicuci dengan sedikit deterjen. Hal ini untuk melelehkan gutha tamarind yang melekat keras di atas kain sutera. Yang tadinya keras seperti pasta menempel di kain, lalu luruh menjadi seperti gel dan larut dengan air.

Keunikan lain dari proses pembuatan karya-karya ini adalah semua warna menggunakan bahan-bahan alami. Jadi lengkaplah sudah karya-karya ini sebagai produk yang ramah lingkungan. Seperti diketahui bahan sutera merupakan kain yang berasal dari alam (ulat sutera), gutha tamarind berasal dari biji asam jawa, dan cat yang digunakan untuk melukis pun berasal dari bahan alami.

Hal lain yang tak kalah uniknya dari pameran lukisan ini adalah semua karya-karya tersebut menampilkan para pahlawan perempuan dan tokoh-tokoh perempuan inspiratif Indonesia. Ada 12 lukisan pahlawan nasional, 16 tokoh pejuang pergerakan, dan 6 tokoh inspirasi, yang mewakili beragam wilayah di Indonesia.

Workshop melukis dengan teknik di atas juga telah dilakukan pada hari pertama dan kedua pameran. Antusiasme peserta workshop ternyata di luar dugaan penyelenggara. Dari awalnya 70 orang yang mendaftar, kenyataan di lapangan ada tambahan sekitar 80 orang lagi yang mendaftar di tempat, hingga jumlahnya 150 orang.

Banyak pengunjung pameran yang terkejut tidak saja dengan keindahan hasil karya-karya lukisan dan bagaimana teknik pembuatan lukisannya, tapi juga banyak tokoh pahlawan atau pejuang perempuan yang baru diketahui oleh para pengunjung dari kalangan anak muda.

Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)

Subscribe our newsletter?

Join Newsletter atau Hubungi Kami: [email protected]

Inspirasi
BelanjaKarirKecantikanKehidupanKeluargaIndeks
Let's be friends