Skip to main content
Categories
Her Story

Sebut Saja Nanik

Aku selalu ingat wajah orang, tapi biasanya aku lupa siapa nama orang itu.

Di tempat kerjaku yang lama, urusan lupa nama ini jarang jadi masalah karena aku lebih banyak mengolah data. Kalaupun menerima konsultasi, orangnya hanya itu-itu saja dan sudah bertahun-tahun kami saling mengenal.

Urusan lupa nama jadi masalah ketika aku bekerja di kelurahan. Mendadak aku harus bertemu banyak orang yang harus kuhapalkan nama dan perannya di masyarakat. Ada modin, pengurus LPMK, pengurus PKK, Ketua Pokja, Ketua Karang Taruna. Bahkan ada juga yang pekerjaannya tidak jelas, tapi hobi nongkrong di kelurahan.

Ribet? Tentu saja!

Pusing? Jelas!

Bikin deg-degan? Iya!

Tapi dasar aku, tetap saja ada kejadian aku salah panggil.

Selama berminggu-minggu aku memanggil nama Sekretaris PKK dengan nama Bu Nanik, tanpa sadar bahwa namanya adalah Mbak Ning. Pantas saja bila kupanggil, Ibu Sekretaris PKK tak pernah menyahut. Kalaupun menyahut, pandangan matanya agak gimanaaaa… gitu.

Sampai sekarang aku juga belum terlalu hapal nama-nama pengurus LPMK. Yang mana Pak Wikan, Pak Aziz, Pak Ruri, Pak Gani, aku hanya menebak-nebak saja, sambil berdoa tidak salah panggil.

Celakanya, tak semua orang menggunakan nama asli mereka. Ada yang lebih terkenal dengan nama panggilan. Misalnya nama Ketua Karang Taruna. Nama aslinya adalah Riyadi, tapi beken dengan panggilan Bayan. Jadi ketika ada tugas dari Pak Lurah untuk memanggil Bayan, aku pusing tujuh keliling karena di daftar kontak dalam ponselku hanya ada nama Riyadi.

Begitu juga ibu-ibu yang menggunakan nama suami. Ada yang lebih terkenal dengan nama suami daripada nama aslinya. Ketika ada undangan atas nama Anik, aku bingung harus mengirim ke mana. Ternyata eh ternyata, Bu Anik ini lebih terkenal dengan nama Bu Mahmudi.

Bagiku, menghapalkan nama adalah salah satu keribetan yang mau tak mau harus kuhadapi ketika berhubungan dengan orang lain. Bukan kali ini saja aku menghadapi kejadian memalukan karena aku lupa nama seseorang. Bukan sekali-dua kali aku bertemu seseorang di jalan, kami bertukar sapa dengan sangat akrab, padahal dalam hati aku membatin, “Ampuuunnn… siapa ya orang ini namanya…”

Andai saja ada lingkaran halo di sekeliling kepala setiap orang, bertuliskan nama masing-masing. Tak perlu panjang-panjang, cukup nama panggilan mereka saja.

Urusan nama ini tampaknya sepele, tapi sesungguhnya tidak. Semua orang kiranya senang bila seseorang yang sudah lama tak kita jumpai ternyata masih ingat nama kita. Kita juga menghargai seseorang dengan memanggil namanya.  Tidak ada yang suka dipanggil, “Hei, kamu, sini!” atau mengganti panggilan seseorang dengan panggilan lain yang bernada menghina, seperti “Halo, Doweh!” (Doweh = bibir tebal bak bibir Mick Jagger, tapi tidak seksi… Pen.)

Oh, sebelum lupa aku ingin berpesan: Kepada pembaca yang merasa pernah tak sengaja bertemu kenalan lama, namun tak disapa, mari berpikir positif saja. Mungkin si kenalan masih ingat wajah, tapi lupa nama Anda!

Kasihanilah si kenalan. Siapa tahu dia pelupa seperti saya.




Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)

Subscribe our newsletter?

Join Newsletter atau Hubungi Kami: [email protected]

Inspirasi
BelanjaKarirKecantikanKehidupanKeluargaIndeks
Let's be friends