Social Distancing ala Eropa atau Asia yang perlu Indonesia tiru?
- Post AuthorBy Heidi
- Post DateWed Apr 01 2020
Sebelumnya saya menulis artikel ini tidak bertujuan untuk membandingkan cara tiap-tiap negara dalam menangani krisis Corona yang sudah menyebar ke seluruh dunia melainkan hanya sebagai tolpk ukur atau pembelajaran kita bersama bahwa tiap negara punya caranya masing-masing dalam melindungi warga negaranya dari penyebaran virus tersebut. Khususnya untuk fasilitas umum yang digunakan secara bersama-sama seperti transportasi darat layaknya Bis Kota atau MRT yang ada di kota Jakarta.
Beberapa dari fasilitas umum di Eropa contohnya mengutamakan worker safety dengan alasan keterbatasan tenaga kerja terlatih seperti supir bus atau masinis kereta api dan staf pengecekan tiket di lapangan. Dengan alasan itulah mereka membatasi ruang pekerja agar terdapat jarak antara supir dan staff dengan para penumpang.
Begitu juga pintu masuk bus yang awalnya ada di bagian depan namun sejak tanggal 11 Maret 2020 telah dipusatkan ke pintu tengah atau bagian belakang.
Hal ini mulai diikuti oleh beberapa negara di Benua Eropa sejak ditetapkannya kondisi pandemic oleh WHO. Memang hasilnya tidak terlalu efektif jika dibandingkan dengan negara di Benua Asia seperti China dan Korea Selatan yang lebih memilih me-lockdown aktivitas warganya, namun karena kebutuhan akan transportasi umum di Eropa sangatlah tinggi maka hanya itulah yang bisa dilakukan oleh pemerintah di beberapa negara di Eropa sejauh ini. Sebelum akhirnya mereka juga me-lockdown aktivitas warga negaranya akibat kenaikan signifikan dari korban yang terinfeksi Covid-19.
Mari kita lihat bagaimana cara negara-negara di benua Asia dalam membatasi jumlah penumpang di transportasi umum.
Selain memberikan label tanda silang atau mewajibkan warganya bekerja dari rumah namun semua cara itu masih belum secara total diterapkan oleh pemerintah kita. Seolah terlihat sekali kesenjangan antara public transportation kalangan menengah ke bawah layaknya bus TransJakarta (busway) dan KRL dengan yang menengah ke atas seperti MRT.
Sungguh sangat disayangkan apabila hal ini terus dibiarkan terjadi karena ketidaktahuan warga Indonesia tentang pentingnya aktivitas social distancing ini justru akan semakin meningkatkan jumlah korban Covid-19 di Indonesia yang mana mayoritas berasal dari rakyat menengah ke bawah karena perlakuan pemerintah yang berbeda sekali dalam menerapkannya di fasilitas transportasi umum.
Mungkin pemerintah kita tidak perlu terlalu over protected seperti negara di benua Eropa dalam membatasi kontak sosial antar warganya namun perlu diingat bahwa transportasi umum di kota besar seperti Jakarta sudah seharusnya menerapkan standar prioritas bagi para penggunanya dan sudah seharusnya semua jenis transportasi umum diperlakukan sama rata tanpa melihat status sosial penggunanya.
Melihat masih banyaknya masyarakat Jakarta yang menggunakan transportasi umum untuk melakukan aktivitas di luar rumah maka hal tersebut semoga bisa menjadi evaluasi pemerintah di Indonesia.
Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)