Skip to main content
Categories
BeritaHeadlineHer StoryInspirasiKarirWawancara

Sringatin, Aktivis dan Sosok Pembela Buruh Migran

Siapa yang tak mengenalnya. Sringatin, Koordinator Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) itu adalah salah satu srikandi bangsa yang selalu berada di garda depan dalam memperjuangkan hak-hak buruh migran Indonesia.

Kiprahnya sebagai aktivis dimulai ketika bergabung sebagai anggota dari Indonesian Migrant Workers Union (IMWU). Bukan suatu hal yang kebetulan Sringatin menjadi anggota IMWU. Ada beberapa hal yang membuatnya merasa bahwa dengan berorganisasi, maka ia bisa mengubah keadaan yang dialaminya di rumah majikan tempat ia bekerja.

“Saya dulu pernah menjadi korban karena tidak tahu tentang hak-hak sebagai buruh migran. Kontrak pertama, saya digaji underpay (di bawah standar penggajian) dan tidak mendapatkan libur setiap minggu. Juga hari libur umum yang merupakan hak buruh migran di Hong Kong, saya tidak mendapatkannya. Kebetulan, di rumah majikan ada beberapa pekerja dari Filipina. Mereka seringkali bercerita jika mendapatkan gaji lebih besar dari jumlah gaji yang saya terima. Juga libur setiap minggu. Dari situ timbul keinginan untuk mengetahui hak-hak saya sebagai buruh migran,” ujar perempuan asal Blitar itu.

Ia pernah berniat untuk memutus kontrak kerja dengan majikan pertamanya. Namun, karena nasehat sang kakak yang memintanya untuk bersabar dengan pertimbangan, jika putus kontrak maka untuk mencari majikan baru harus melalui proses potongan gaji selama 7 bulan.

“Itu tahun 2002. Jadi dengan mempertimbangkan segala kemungkinan yang akan dihadapi, saya tidak jadi ngebreak,” tambahnya. Dari proses bertahan itulah yang membuatnya mencari tahu tentang organisasi buruh migran Indonesia yang ada di Hong Kong. Dan tali nasib mempertemukan Sringatin dengan IMWU. Meski pada awal menjadi anggota IMWU, ia tidak tertarik dengan pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh organisasi tersebut. Hingga pada satu pertemuan seluruh anggota IMWU yang membahas tentang kondisi buruh migran dan banyak di antara mereka mengalami nasib sama dengannya, hal itu menjadi titik balik bagi wanita yang akrab di panggil Sring tersebut.

Sringatin

Dari situ ia mulai aktif sebagai anggota IMWU bahkan menjadi salah satu pengurus. Ia mulai memahami tentang hukum perburuhan di Hong Kong dan Indonesia, mengetahui nasib teman-teman sesama buruh migran yang mengalami kasus dan tidak melapor ke perwakilan pemerintah Indonesia yang ada di negara penempatan, yang bukan karena faktor individu. Melainkan ada sistem yang menyebabkan buruh migran semakin lemah dan tidak berani untuk menuntut hak-hak mereka, membuat Sringatin semakin bersemangat untuk mensosialisasikan tentang pentingnya pengetahuan mengenai hak-hak buruh migran, ke mana harus meminta tolong jika mengalami masalah dan manfaat dari berorganisasi.

Sebagai seorang aktivis, Sring kerap harus menomor-duakan kehidupannya sendiri juga keluarga. Harapan orang tua yang menginginkan agar ia segera pulang dan seperti rekan BMI lainnya memiliki usaha di kampung halaman serta berkeluarga belum bisa ia penuhi. Karena dengan pengalaman yang ia sudah jalani dan interaksi dengan organisasi yang digelutinya membuatnya merasa bahwa menjadi aktivis adalah panggilan jiwa.

“Masih banyak permasalahan tentang buruh migran yang harus dicarikan solusi pemecahannya. Dan itu membutuhkan waktu yang entah sampai kapan, tak bisa diprediksi. Untuk saat ini, jujur saya belum bisa memenuhi harapan orang tua dan keluarga. Karena bagi saya pribadi, melakukan hal yang bermanfaat bagi orang lain, membantu teman-teman yang bermasalah masih menjadi prioritas saya,” kata Sring yang pernah mencoba berwirausaha pada tahun 2009 itu dan tidak berhasil.

Kurangnya keterampilan dan pengetahuan tentang bisnis, membuat dia mundur teratur kemudian melanjutkan berkiprah sebagai aktivis dan pembela buruh migran.

Berbagai kasus pernah ia tangani bersama rekan-rekannya di organisasi. Kasus terberat adalah kasus Erwiana yang menyita banyak waktu, perhatian dan tenaga. Karena hampir setiap hari ia bersama perwakilan dari organisasi harus berdemo di pengadilan, kantor polisi dan kantor agen. Juga kasus yang berkaitan dengan paspor yaitu koreksi data. Yang imbasnya begitu terasa terhadap buruh migran yang memiliki data palsu di paspor. Karena beberapa di antara mereka harus dipenjara kemudian dideportasi dan tidak diijinkan untuk bekerja lagi di Hong kong.

Kegiatannya sebagai aktivis yang tak mengenal waktu, terkadang membuatnya harus merelakan sebagian waktu yang dimilikinya untuk kegiatan advokasi, konseling dan membantu BMI yang berkasus.

“Semoga teman-teman terus belajar dan berorganisasi untuk bisa melindungi diri dan hak-hak kita sebagai buruh migran. Dan pemerintah Indonesia mengakui buruh migran di luar negeri baik yang formal maupun informal, ilegal atau legal sebagai pekerja yang telah berkontribusi terhadap Indonesia dengan menghasilkan devisa triliunan jumlahnya. Sehingga menjadi sebuah keharusan bagi pemerintah untuk mengakui buruh migran sebagai pekerja dan menjamin hak-hak mereka. Serta melibatkan keberadaan organisasi buruh migran yang ada di luar negeri dalam pembuatan kebijakan, sehingga peraturan yang dibuat tidak selalu bertentangan dengan harapan buruh migran juga keluarganya,” papar Sringatin.

Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)

Subscribe our newsletter?

Join Newsletter atau Hubungi Kami: [email protected]

Inspirasi
BelanjaKarirKecantikanKehidupanKeluargaIndeks
Let's be friends