Stafsus Presiden Berulah, Anak Milenial yang Gegabah
- Post AuthorBy Rina Na Kwartiana
- Post DateThu Apr 16 2020
Dua hari yang menghebohkan. Setelah heboh tentang bansos sembako, 2 hari belakangan kita dihebohkan oleh kelakuan Staf Khusus Presiden yang menggunakan kop surat Sekretariat Kabinet untuk kepentingan perusahaannya. Apa sebenarnya maksud di balik semua ini?
Namanya Andi Taufan Garuda Putra, dia adalah salah satu Staf Khusus Presiden dari kalangan millenial. Andi Taufan adalah CEO dan Founder PT Amartha Mikro Fintek. Namun apa yang telah dia lakukan menimbulkan banyak kritikan, dan juga menyalahi wewenangnya sebagai Staff Khusus Presiden.
Beredar di jagat maya, surat dengan menggunakan kop dari Sekretariat Kabinet yang ditujukan pada para Camat se-Indonesia dan ditandatangani oleh Staff Khusus Presiden Andi Taufan Garuda Putra. Surat itu berisi ajakan pada para Camat untuk bekerja sama dalam program Relawan Desa melawan Covid-19.
Surat yang bertanggal 1 April 2020 ini merupakan surat yang berisi bahwa PT Amartha Mikro Fintek turut bekerja sama dalam program penanggulangan Covid-19 yang diinisiasi oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Dan akan menjalankan program kerjasama untuk wilayah Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.
Melalui surat tersebut, Andi menuliskan bahwa petugas lapangan Amartha akan berperan aktif memberikan edukasi kepada masyarakat, melakukan pendataan kebutuhan APD di Puskesmas atau layanan kesehatan desa, dan memenuhi jalur donasi. Serta perwakilan perusahaan tersebut telah menyiapkan 3.000 tim lapangan untuk 12.300 desa yang akan dikerahkan tanpa biaya.
Hal inilah yang menimbulkan kecaman dari banyak pihak. Andi dianggap telah menyalahi wewenang, mal-administrasi dan pelanggaran berat, karena dianggap memiliki kepentingan tertentu.
Akhirnya Andi pun mengklarifikasi dan mencabut surat edaran tersebut serta meminta maaf “Saya mohon maaf atas hal ini dan menarik kembali surat tersebut,” ujar Andi dalam keterangan tertulisnya, Selasa (14/4/2020). Andi mengakui bahwa kesalahannya menjadi pelajaran penting ke depannya dalam hal memberikan kontribusi kepada Indonesia.
Menurut berita terakhir, ada banyak tuntutan agar Andi Taufan mengundurkan diri atau Presiden yang memberhentikannya. Kita lihat saja bagaimana kelanjutannya.
Selain Andi Taufan Garuda Putra, masih ada beberapa staff khusus Presiden yang bikin blunder di masa pandemi Covid-19. Angkie Yudistia, adalah staff khusus Presiden yang seorang difabel. Dia adalah seorang anak muda penyandang disabilitas yang aktif bergerak di sociopreneur.
Pendiri Thisable Enterprise ini mengharapkan agar kalangan disabilitas mampu bersaing dalam dunia kerja sehingga perekonomian mereka dapat terangkat dengan baik.
Namun pada awal bulan Maret yang lalu, Angkie juga sempat membuat blunder. Angkie Yudistia sempat mengunggah informasi palsu atau hoaks di media sosialnya terkait cara sederhana mendeteksi virus corona, yaitu dengan cara menarik napas selama 10 detik. Tentu saja hal itu menjadi sorotan banyak pihak. Netizen pun mengingatkan bawa itu tidak benar.
Merasa informasi itu tidak benar, maka Angkie menghapus tulisan tersebut disertai permintaan maaf.
Angkie menambahkan, “Semakin panik, dan jangan pada caci maki ya. Namaste sekali lagi, always self hygiene. This too shall pass, Insya Allah”.
Satu lagi Staff Khusus Presiden yang bikin blunder saat pandemi Covid-19 adalah Adamas Belva Syah Devara.
Belva mendapat kritik setelah menyampaikan pernyataan dan motivasi di tengah wabah corona.
Kritikan pada Belva yang adalah Founder dan CEO dari lembaga bimbingan belajar online Ruang Guru itu adalah mempermasalahkan kalimat dalam poster yang dibuat oleh BNPB.
“Bukan waktunya saling menjatuhkan atau saling membully. Ayo bertanya pada diri sendiri apa yang bisa saya lakukan untuk negeri. Menyalakan lilin lebih baik daripada menyalahkan kegelapan,” ucap Belva.
Kalimat itulah yang menuai banyak kritikan baik dari kalangan masyarakat, artis/komedian maupun dari anggota dewan. Bahkan seorang anggota dewan dari Partai Golkar mengatakan dalam akun media sosialnya bahwa masyarakat sudah kenyang dengan motivasi dari Tung Desem Waringin atau Mario Teguh. Untuk apa digaji 50 juta hanya untuk bicara ini, mubadzir!
Belakangan, terjadi polemik tentang keterlibatan perusahaan yang didirikan oleh Belva, Ruangguru dalam program Kartu Pra Kerja.
Belva mengakui jika dirinya sama sekali tidak ikut campur hingga Ruang guru, melalui Skill Academy, terpilih menjadi salah satu digital platform untuk program Kartu Pra Kerja. Namun Belva menyatakan, bahwa dia siap untuk mundur untuk meredam kegaduhan yang timbul.
“Saya sedang konfirmasi ulang ke Istana apakah memang ada konflik kepentingan yang ditanyakan teman-teman semua di sini, walaupun saya tidak ikut proses seleksi mitra. Jika ada, tentu saya siap mundur dari stafsus saat ini juga. Saya tak mau menyalahi aturan apa pun,” ujar Belva.
Sebagai anak muda millenial, memang sudah seharusnya mereka tetap harus mengikuti prosedur yang ada, bertanggung jawab, tidak gegabah menggunakan kesempatan serta mencari tahu sumber info yang didapat agar tersampaikan dengan baik dan benar.
Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)