Sudjiatmi Tak akan Takut
- Post AuthorBy Peran Perempuan
- Post DateThu Mar 26 2020
Erri Subakti
Perempuan kecil berkepang 2 itu menahan tangis ketika teman-teman laki-laki di sekolahnya menjahili menakut-nakuti dengan seekor ulat bulu. Jangan menangis, jangan menangis, tekadnya dalam hati. Sekali ia menangis, maka ia kalah dan besok ia akan takut berangkat ke sekolah. Sekali takut bersekolah maka ia mungkin akan sama dengan perempuan-perempuan lain di kampungnya, yang tak bersekolah dan hanya menemani ibu di rumah dan bermain hingga petang di sawah.
Tidak. Ia tidak akan menjadi seperti itu. Tekadnya. Ia pun melawan anak-anak lelaki yang merundungnya.
Sudjiatmi kecil, setiap pagi sangat senang jika berangkat ke sekolah yang jauhnya 5 kilometer di SD Kismoyo, Desa Gumukrejo, Giriroto, Ngemplak, Boyolali. Pelajaran berhitung menjadi pelajaran favoritnya.
Ia ingin perlakuan terhadapnya tidak dibeda-bedakan dengan laki-laki. Orang tua Sudjiatmi juga demikian tak membeda-bedakan perlakuan terhadap anak-anaknya. Saat kakak laki-laki Sudjiatmi berangkat ke sekolah, ia pun turut ke sekolah. Padahal di kampungnya, tak satu pun anak perempuan sebayanya yang bersekolah. Tekad perempuan kecil ini tetap kuat memilih untuk mendapatkan pendidikan. Toh seusai pulang sekolah dan makan siang, ia masih tetap bisa bermain dengan kawan-kawan perempuan lain yang sebaya di kampungnya.
Alhasil di sekolah ia menjadi satu-satunya murid perempuan. Perundungan terhadapnya dari bocah-bocah laki-laki kampung pun menjadi tantangan tersendiri buatnya.
Menjadi minoritas malah memicunya untuk menjadi yang paling unggul dari murid-murid laki-laki di kelasnya. Ia selalu menjadi murid pertama yang mengacungkan jari untuk mengerjakan soal berhitung di depan kelas. Hasilnya, ia mendapatkan nilai tertinggi dalam pelajaran ilmu hitung.
Kelak, kesukaannya akan ilmu hitung dipraktekkannya saat dewasa dalam menghitung berapa kubik kayu yang bisa dihasilkan dari satu pohon, berapa kubik kayu dari seluas sekian hektar lahan, hingga memperhitungkan hasil rupiah dari penjualan produksi kayu.
Sudjiatmi tumbuh menjadi perempuan tangguh dalam menggerakkan roda usaha kayu suaminya.
Ia juga menjadi sosok ibu yang menopang anak-anaknya, tak hanya menguatkan dalam menghidupi anak-anaknya, ia juga menguatkan mental, memberi nasihat yang dalam, dan selalu membuka tangannya saat anak-anaknya menghadapi berbagai tantangan hidup yang kadang seperti tidak adil.
Ialah Sudjiatmi, perempuan yang melahirkan Presiden Republik Indonesia ke-7 Joko Widodo. Ialah Sudjiatmi yang tetap memilih untuk hidup sederhana, meski kini privilese senyaman mungkin bisa ia dapatkan dengan mudah. Ialah Sudjiatmi yang telah mengantarkan putera-puterinya berhasil dalam mengarungi kehidupan, hingga puncak tertinggi di negeri nusantara ini. Ia memilih pergi dalam kesunyian.
Sudjiatmi bukan bagai daun luruh yang tak bermakna. Ia merupakan pohon kokoh yang akarnya kuat mencengkeram bumi, dedaunannya menjulang ke langit, dan pohon itu menghasilkan buah terbaik. Terbaik.
Tugasmu telah usai eyang…, Indonesia berterimakasih padamu dengan sangat hormat.
Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)