Susi
- Post AuthorBy Peran Perempuan
- Post DateThu Aug 30 2018
Ramadhan Syukur
SEBAGAI pengagum Susi Susanti gue dulu beruntung pernah punya kesempatan ketemu dia. Caranya, gue ikut temen reporter olahraga yg kebetulan ada jadwal mewawancarai dan pemotretan Susi. Bangga bisa lihat dari dekat.
Gak kayak sekarang, dulu belum bisa selfie-selfie-an. Sungkan juga minta foto bareng difotoin sama fotografer. Paling-paling begitu fotonya dicetak di kantor, gue nitip nyetak 5R. Buat dibubuhi tanda tangan kelak kalo ketemu lagi.
Nyatanya ya gak pernah ketemu. Apalagi semenjak Susi berhasil menyabet emas Olimpiade Barcelona 1992. Makin susah ketemu Susi. Gue pun sudah pindah media, karena media yang lama tutup.
Tapi gue rajin mengikuti berita Susi. Belum lagi berita heboh dia bakal dijanjiin hadiah satu miliar. Kebayang kan duit segitu jaman itu. Gede banget.
Sayangnya janji tinggal janji, Susi memang dapet hadiah, tapi gak segede itu. Cuma beberapa ratus juga kalo gak salah. Itu pun dicicil. Sisanya ya kertas penghargaan dan selangit pujian.
Tapi gara-gara berita itu Susi banyak sekali menerima kiriman surat dan map. Dari fans? Bukan. Dari orang-orang celamitan bermental kere. Isinya bikin dia pusing. Banyak yang mendadak butuh uang minta bantuan dan sumbangan. Mereka pikir Susi sudah kaya raya dan jadi jutawan. Padahah jauh dari yang mereka bayangkan. Susi menyimpan kepedihan.
Banyak yang gak tahu setelah Susi memutuskan pensiun di usia 26 tahun atau setelah menikah dgn Alan Budikusuma, mereka memulai kehidupan dari nol lagi. Saat itu pemerintah dinilai kurang memperhatikan kesejahteraan para mantan atlet. Bahkan keduanya mengaku gak bakal mengizinkan ketiga anaknya untuk terjun di dunia bulu tangkis maupun cabang olahraga yang lain, mengingat nasib beberapa mantan atlet kehidupannya mengenaskan. Kere.
Seperti keturunan Cina kebanyakan yang terkenal ulet, pekerja keras, dan gak gengsian, Susi gak malu buka toko di ITC Mega Grosir Cempaka Mas. Jualan pelbagai macam pakaian asal Cina, Hongkong dan Korea, serta sebagian produk lokal. Usaha ini dilakoninya sambil melaksanakan tugas utamanya sebagai ibu dari 3 orang anak, Lourencia Averina, Albertus Edward, dan Sebastianus Frederick.
Karena masih cinta bulu tangkis, Susi bersama Alan mendirikan Olympic Badminton Hall di Kelapa Gading sebagai gedung pusat pelatihan bulu tangkis. Mereka berdua juga membuat raket dengan merek Astec (Alan-Susi Technology) pada pertengahan tahun 2002.
Tadi malem di acara Mata Najwa, setelah didesak mbak Nana ke Menpora, berapa hadiah buat setiap peraih emas Asian Games dan kapan dicairkan? Jawab Menpora, satu setengah miliar yang akan dicair sehabis acara. Bahkan ada pesan dari Pak Jokowi, “Cepat dicairkan sebelum keringat mereka kering,” pesan yang Islami sekali. Dan memang harus begitu.
Gue sih berharap hadiah para pemenang diterima utuh. Gak disunat sepeser pun. Tahu sendirilah di jaman kegelapan Indonesia. Yang diberi hak mencairkan biasanya suka ngambil sendiri bagian yang bukan haknya. Lihat tuh mereka yang diciduk KPK, itu karena malak proyek-proyel yang selama ini dianggap biasa. Bahkan yang terbaru, mantan menteri dan juga walikota Depok, begitu jadi tersangka langsung hilang ingatan.
Gue sendiri dulu kalo dapet kiriman honorarium tulisan via wesel, pasti ditodong pihak kelurahan yang gue mintai tanda tangan sebagai persyaratan pencairan. Padahal yang gue terima cuma beberapa belas ribu. Tapi gue anggap aja sedekah, meski kagak rela.
Setelah sekian lama gak lihat Susi Susanti, gue seneng dia mendapat kehormatan utk menyalakan api olahraga pada opening ceremony Asian Games. Gue yakin penghargaan ini buat Susi luar biasa, dan gak kalah nilainya dari yang diterima para penerusnya. Generasi yang gak perlu menderita dan memulai dari nol utk menopang hari tuanya.
Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)