Tips Tetap Melanjutkan Hidup Setelah Kehilangan
- Post AuthorBy Dian Yulia
- Post DateMon Nov 27 2017
“Kita boleh menangisi yang sudah pergi dan mati, namun jangan lupakan orang yang masih menantimu datang kembali.”
Siapapun yang pernah kehilangan orang yang dicintai pasti merasa sedih. Baik secara harfiah kehilangan karena pergi berpindah tempat atau berpindah alam. Walaupun secara logika dan kasat mata kita menyakini bahwa kepergian mereka untuk hal yang lebih baik, hal-hal terkait dengan emosi tidak bisa dipungkiri masih mengelayuti pikiran dan nurani setiap saat.
Bahkan seringkali efek dari kehilangan tersebut masih membekas dan menyisakan duka mendalam bagi yang ditinggalkan. Walaupun sekali lagi, kita menyadari hal ini demi kebaikan yang lebih besar lagi.
Kiranya beberapa hal berikut bisa menjadi referensi bagi yang ditinggalkan.
- Berhenti menyalahkan diri sendiri
Biasanya kerap terjadi pada manusia, perasaan bersalah hingga terjadi sebuah kejadian yang tidak diduga sebelumnya. Ditinggalkan oleh orang yang kita sayang, membuat kita merasa pasti ada yang salah pada diri kita. Padahal belum tentu demikian. Adalah sifat alami manusia untuk memberikan segala yang terbaik kepada orang yang ia cintai. Jadi belum tentu kesalahannya ada di kita.
- Jangan melemparkan kesalahan kepada orang lain
Adalah kodrat manusia hidup dilengkapi ego. Tinggal sejauh mana manusia itu bisa mengendalikan egonya masing-masing. Terhadap suatu kejadian manusia cenderung mencari sebuah pembenaran, biasanya cenderung membela diri dan menyalahkan faktor x. Kecenderungan seperti ini tentu bukan hanya berdampak buruk bagi Anda secara pribadi namun juga pihak yang disalahkan atau orang di sekitar Anda yang masih mencintai Anda dengan tulus. Bayangkan saja bukannya sibuk bebenah diri supaya menjadi manusia lebih baik lagi setiap harinya, Anda sibuk menyalahkan a, b, c, d atas kehilangan yang Anda alami.
- Berkacalah dan merenung
Instropeksi diri. Hal ini berbeda dengan menyalahkan dan melemparkan kesalahan. Metode ini dianggap paling efektif untuk mencegah kehilangan yang sama terulang. Setidaknya bisa menjadi sebuah pembelajaran berharga bagi kita, agar terus menjadi manusia lebih baik dari hari ke hari.
- Berhenti mencari seribu satu alasan pembenar
Manusia adalah mahluk sosial. Jika ada yang bersedih, lainnya akan datang menemani, menghibur dan memberikan dukungan. Keluarga, sahabat dan kolega akan berusaha menghibur dengan caranya. Bagi lebih tua memberikan nasehat sesuai dengan pengalamannya, dan yang muda cenderung mendengarkan cerita sendu dan duka lalu mengiring untuk bergembira. Saat situasi hati sedang tidak pas akibat perang emosi yang berkecamuk, biasanya kita malas mendengarkan masukan atau hiburan yang sama berulang-ulang dan tanpa disadari kita mencari seribu satu alasan pembelaan diri. Cobalah untuk lebih tenang dan mendengarkan
- Lakukan aktivitas menyenangkan
Alihkan pikiran negatif ke hal positif lainnya yang kita senangi. Menulislah untuk meluapkan berbagai rasa, di status sosmed misalnya. Menarilah untuk menggerakan kembali badan supaya segar. Berbicara dan berkumpulah dengan orang-orang baik. Pergilah ke tempat menarik, hiruplah udara segar, lihatlah dunia ini masih indah.
- Miliki keyakinan
Jika kita termasuk ke dalam orang yang masih memiliki iman kepada Tuhan. Yakinilah semua yang sudah terjadi dan dilewati adalah bagian dari rencana indahNya. Jadi sekeras apapun kita melawan dan mencoba, tidak ada gunanya menangisi masa lalu. Yakinilah semua yang terjadi, hikmahnya untuk mendewasakan kita sebagai manusia seutuhnya.
Kehilangan sesuatu yang amat sangat kita sayangi memang terasa berat dan tidak mudah. Ditambah dengan keadaan demikian orang yang ditinggalkan diharapkan tetap tegar sekuat karang di lautan. Belum lagi menyelaraskan emosi jiwa dan logika. Coba berhentilah berpikir sejenak, pejamkan kedua mata, lalu lihatlah sekelilingmu, keluarlah dari ruanganmu, sapalah dunia. Disana masih banyak yang peduli dan sayang kepadamu. Setidaknya tetaplah tegar untuk mereka dan tetaplah hidup demi mereka.
Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)