Yulika Anastasia Garap Film Tentang Hutan Perempuan di Papua
- Post AuthorBy Peran Perempuan
- Post DateMon Apr 22 2019
Yulika Anastasia, salah satu kontributor PeranPerempuan.id yang setahun ini mengembangkan ImajiPapua.com yang memproduksi konten-konten jurnalistik melalui pemberitaan dan juga vlog, kini akan memproduksi sebuah film dokumenter.
Film dokumenter yang sedang digarapnya bersama 4 rekannya yang lain yaitu, Alfonso Dimara, Robby Seseray, Hermalina Windessy dan Nunung Kusmiaty, ini akan mengupas mengenai kehidupan mama-mama Papua yang beraktivitas di hutan khusus perempuan di Enggros, Jayapura.
Berperan sebagai produser sekaligus sutradara dalam film Tonotwiyat (hutan perempuan) Yulika Anastasia Indrawati mengatakan, “Film dokumenter ini dipersembahkan karena melihat kesamaan makna filosofi antara Ton (sebutan hutan dalam bahasa Enggros) dengan figur seorang ibu/mama. Hutan adalah mama bagi masyarakat suku Enggros, karena di dalam hutan tersebut menyediakan sumber makanan, yakni kerang, beragam ikan, hingga kayu bakar.”
Film dokumenter yang digarap secara independen ini berkisah tentang perempuan Enggros yang berupaya untuk mempertahankan kearifan lokal, yakni dengan cara mencari bia (kerang) dan ikan, sesuai dengan tradisi yang diwariskan turun menurun.
Baca juga:Di Sini Ada Hutan Perempuan yang Terlarang Bagi Laki-laki
“Mereka juga berupaya untuk melestarikan dan melindungi hutan perempuan dari kerusakan lingkungan,” ungkap Yulika.
Di bawah label produksi Imaji Papua, Yulika dan rekan-rekannya bermaksud mempersembahkan film dokumenter Tonotwiyat (Hutan Perempuan) untuk Ibu Negara Iriana Joko Widodo.
“Hutan perempuan ini secara filosofi dimaknai seperti mama yang memberikan kehidupan dan melindungi mahluk hidup yang ada di dalamnya, sama halnya seperti ibu negara yang melindungi dan mengayomi anak anak bangsa, khususnya kaum perempuan,” katanya.
Yulika menjelaskan, sama seperti judulnya, hutan perempuan adalah hutan yang hanya boleh dimasuki oleh kaum perempuan dan terlarang bagi kaum pria. Ada sanksi hukum adat bagi pria yang nekat masuk ke sana. Letak hutan perempuan di Teluk Yotefa, tepatnya di wilayah Kampung Enggros Kota Jayapura.
“Hutan perempuan adalah ruang privat bagi kaum perempuan yang tidak boleh diganggu, dan harus dilindungi sebab disana ‘mall kehidupan’ bagi kaum perempuan. Sayangnya generasi sekarang, cenderung acuh tak acuh terhadap keberadaan hutan perempuan,” terangnya.
Untuk proses penggarapannya, film dokumenter ini memerlukan waktu lebih dari setahun, dari mulai riset hingga produksi.
“Kalau produksinya kurang dari sebulan, yang lama itu risetnya, karena ini project idealis, tidak ada sponsor dari manapun. Kami menggunakan dana pribadi dari mulai riset hingga produksi,” pungkas Yulika.
Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)