Keuntungan Madu Indonesia Terhadap Penyembuhan Luka Berdasarkan Penelitian
- Post AuthorBy Hasna Luthfiah Fitriani, Sked
- Post DateWed Sep 02 2020
Perhatian!
Artikel ini mengandung gambar-gambar ilustrasi luka yang dapat menyebabkan gangguan/rasa takut. Dianjurkan untuk didampingi.
Seorang pasien datang ke rumah sakit dengan jaringan kehitaman di ujung jari ke-5 kaki kirinya. Keluhan pasien adalah nyeri, beberapa dokter menganjurkan dilakukan amputasi.
Diketahui bahwa bagian hitam ini adalah jaringan yang telah mati akibat sumbatan pembuluh darah arteri yang terjadi di bagian ujung jari. Namun si pasien bersikeras tidak mau dilakukan operasi, terlebih lagi bila itu tindakan amputasi.
Pasien ini adalah seorang perokok berat sejak muda. Dokter akhirnya menyarankan untuk merawat lukanya sendiri di rumah dengan menggunakan madu. Dengan menggunakan kassa yang dilumuri madu dan kemudian diaplikasikan pada luka. Kassa ini diganti setiap hari. Dalam waktu kurang dari 5 bulan, jaringan mati tersebut perlahan-lahan lepas dan tampak jaringan sehat dibawahnya. Pada akhir bulan ke-7 jelas penyembuhan jaringan jari dan tampak regenerasi kuku.
Ini adalah salah satu contoh pengalaman klinis kehebatan madu pada pasien dengan penyakit Buerger Diseases dimana penyakit ini sangat erat dengan kebiasaan merokok dan tersumbatnya pembuluh darah.
Madu merupakan cairan kaya akan gula yang dihasilkan oleh lebah dari nektar tumbuhan berbunga. Masyarakat Mesir kuno telah menggunakan madu sebagai pengobatan untuk luka sejak 3000 tahun sebelum masehi. Madu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari “Tiga Langkah Pengobatan” yang sering digunakan oleh bangsa Mesir Kuno. Termasuk di dalamnya pemakaian “Plester” dan membalut luka. Pakar dari dunia mikrobiologi telah membuktikan bahwa sebagian mikro-organisme tidak dapat tumbuh dan berkembang di dalam madu karena sifat aktivitas air yang rendah (tekanan osmotik yang tinggi), yang memungkinkan terjadinya proses osmosis (perpindahan air dari bagian yang lebih encer ke bagian yang lebih pekat. Akan tetapi, madu dapat mengandung endospora bakteri golongan Clostridium (misalnya Botulinum) yang dapat mengganggu kesehatan terutama pada bayi. Madu pertama kali dikenal sebagai agen antimikroba topikal pada tahun 1892, dan telah banyak digunakan sebagai pembalut luka karena bersifat anti-oksidan, anti-bakteri, dan anti-inflamasi.
Suatu penelitian membandingkan penggunaan madu dan balutan perak sulfadiazin (salep luka) pada pasien luka bakar, hasilnya menunjukkan bahwa balutan madu mensterilkan luka lebih cepat, meningkatkan granulasi, epitelisasi, mengurangi bekas luka hipertrofik dan kontraktur pada luka bakar. Madu terbukti lebih unggul dibandingkan povidone iodine dalam mengurangi ukuran luka dan skor nyeri serta meningkatkan kenyamanan saat dioleskan pada luka kronis. Madu merupakan salah satu bahan yang mudah tersedia dan terjangkau, sehingga cocok untuk pasien dengan sumber daya terbatas. Selain itu, sifat alami tidak menimbulkan efek samping yang signifikan untuk penggunaan jangka panjang. Obat kuno ini lebih unggul dalam mempromosikan penyembuhan luka dengan mempromosikan granulasi dan epitelisasi bila dibandingkan dengan film poliuretan, perak sulfadiazin, dan membran amniotik.
Tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang melakukan penelitian tentang madu untuk penyembuhan luka pada tahun 2009 mendapatkan hasil bahwa baik madu produksi Indonesia maupun mancanegara menunjukkan kadar air yang rendah/kental (tekanan osmotik tinggi), sehingga dapat membentuk lingkungan yang tidak cocok bagi bakteri untuk tumbuh. Menurut Ayu dkk (2010) mengatakan bahwa madu produksi Indonesia dapat menghambat bakteri terutama dengan kadar murninya (100%) dalam arti tidak ditambahkan bahan pemanis lainnya, sedangkan madu mancanegara dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada kadar 25%.
Pada suatu penelitian, terbukti bahwa madu dari Indonesia mempunyai efek anti-bakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa, Staphylococus aureus, dan MRSA (Methicilin-resistant Staphylococcus aureus), sehingga dapat dimanfaatkan untuk perawatan luka-luka yang terinfeksi oleh kuman-kuman tersebut.
Madu memiliki karakteristik yang menguntungkan terhadap penyembuhan luka, yaitu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti bedah plastik FKUI (2010) dengan membandingkan luka sewaktu proses epitelisasi (proses penyembuhan) pada luka donor (luka dari bagian tubuh yang lain) yang dirawat dengan menggunakan balutan biasa (tulle, penutup luka berbentuk jaring dengan salep antibiotik, biasa digunakan di rumah sakit) yang ditutup kassa lembab selama 14 hari ditambah dengan penutup luka transparan (transparent dressing) mencapai 10-13 hari dibandingkan dengan luka yang ditutup dengan tambahan madu di dalam balutannya.
Hasil yang didapatkan pada pasien yang menggunakan balutan madu adalah nyeri pada daerah luka berkurang cukup drastis dan bahkan hilang sama sekali pada hari ke-4 penggunaan madu. Sedangkan, pasien yang menggunakan balutan tanpa madu masih merasakan nyeri pada luka yang mengganggu hingga akhir minggu ke-1. Selain itu, penggunaan madu ini sangat menguntungkan disamping mudah dalam pemberian juga mudah diperoleh terutama pada fasilitas yang terbatas. Hal ini akan dipaparkan pada contoh kasus di bawah yang menjelaskan bahwa penggunaan madu tidak hanya dapat digunakan di rumah sakit namun di rumah sendiri juga bisa. Aplikasi madu murni dengan menggunakan kassa yang dilumurin oleh madu dan diganti setiap harinya dapat mempercepat proses penyembuhan luka.
Sudah banyak penelitian yang telah membuktikan kegunaan madu dalam membantu penyembuhan luka. Madu dapat membantu penyembuhan luka karena memiliki beberapa karakteristik khusus seperti membantu proses pembersihan/pengangkatan jaringan (debridement), menghambat produksi biofilm, mengurangi bau busuk, dan menginduksi efek antiinflamasi. Sifat antibakteri pada madu berasal dari kandungan hiperosmotik gula, produksi hidrogen peroksida dari enzim madu, dan pH asamnya. Madu juga memiliki aktivitas osmotik yang kuat yang mengeluarkan cairan dari permukaan luka, menciptakan lapisan cairan yang mencegah madu menempel pada dasar luka. Hal ini akan mengurangi rasa sakit dan kerusakan jaringan granulasi selama pelepasan dressing (balutan).
Beberapa Karakteristik Madu terhadap Luka:
- Menghambat Inflamasi (Peradangan)
Berbagai penelitian histologi (ilmu yang mempelajari jaringan mahluk hidup) dengan menggunakan luka yang dibuat pada hewan menunjukkan bahwa madu memiliki efek mencegah proses peradangan. Pengaruh anti-inflamasi ini terkait dengan kandungan anti-oksidan madu, yang ditemukan pada konsentrasi yang signifikan (tinggi) saat dinilai kemampuan madu untuk memusnahkan radikal bebas. Efek ini tampak saat madu dipakaikan pada luka bakar dan terbukti menurunkan inflamasi.
- Debridement
Debridement merupakan usaha untuk membersihkan /mengangkat jaringan mati, rusak atau terinfeksi, dengan tujuan meningkatkan potensi penyembuhan luka pada jaringan sehat yang ada. Madu merupakan salah satu zat yang memiliki efek debridement, sederhananya efek tersebut diduga karena lingkungan lembab yang dihasilkan oleh madu terhadap luka, serta enzim Hidrogen peroksida yang dapat menimbulkan enzim protease yang berperan dalam proses ini.
- Penghilang Bau
Sifat madu lainnya adalah dapat menghilangkan aroma tidak sedap dari jaringan yang rusak. Bau tidak sedap ini merupakan kandungan ammonia yang dihasilkan oleh suatu luka adalah akibat dari metabolisme yang dihasilkan oleh bakteri infeksius terhadap asam amino di dalam darah dan jaringan mati pada luka. Kecepatan madu menghilangkan aroma ini diduga karena kandungan madu yang kaya akan glukosa, yang lebih disukai oleh bakteri dibandingkan asam amino, sehingga asam laktat yang dihasilkan oleh madu bisa menggantikan ammonia.
- Memacu Pertumbuhan Jaringan Kulit
Pembentukan jaringan granulasi yang sehat serta pertumbuhan jaringan kulit yang akan menutupi luka dimana membantu regenerasi kulit yang baik merupakan salah satu efek positif dari madu terhadap perkembangan jaringan kulit. Penyembuhan jaringan kulit yang terjadi pada luka yang dirawat dengan madu berlangsung jauh lebih cepat bila dibandingkan dengan luka yang dirawat seperti biasa. Dengan waktu tercepat adalah 8 hari (rawat madu) dan yang terlama adalah 11 hari.
Daftar Pustaka
- Halim J dan Dwimartutir N. Honey Accelerates Wound Healing In Pressure Ulcer : Review. 2020. Jurnal Plastik Rekonstruksi. 29-37.
2. Gulati S, Qureshi A, Srivastava A, Kataria K, Kumar P, Balakrishna A. A Prospective Randomized Study to Compare the Effectiveness of Honey Dressing vs. Povidone Iodine Dressing in Chronic Wound Healing. 2014. Indian J Surgery. 76(3):193-198.
- Yaghoobi R, Kazerouni A, Kazerouni O. Evidence for Clinical Use of Honey in Wound Healing as an Anti-bacterial, Anti-inflammatory Anti-oxidant and Anti-viral Agent: A Review. 2013. Jundishapur J Nat Pharm Prod. 8(3): 100–104.
- Sudjatmiko G. Madu untuk Obat Luka Kronis. Yayasan Khasanah Kebajikan : Tangerang.
Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)