Skip to main content
Categories
InspirasiKesehatanPendidikanRumah Tangga

Masa Pubertas Penentu Orientasi Seksual Anak

Menghadapi anak yang memasuki masa puber, memang tidak mudah. Mereka seringkali menjadi anak yang lebih tertutup, bersikap seolah-olah seperti orang dewasa, mulai main rahasia, dan juga, banyak kejadian, yang menganggap orangtua layaknya musuh. Pemikiran orangtua terlalu kuno baginya, lebih menarik dan lebih setuju dengan kata-kata teman-temannya. Bagi mereka, teman-temannya lebih tahu, lebih mengerti tentang mereka, ketimbang orangtua maupun saudaranya.

Usia pubertas pada anak, berbeda waktunya antara anak laki-laki dan perempuan. Jika anak perempuan memasuki masa puber di rentang usia 8-13 tahun, maka pada anak laki-laki, mereka memasuki masa puber di rentang usia 9-15 tahun. Itulah juga mengapa, seringkali, anak-anak perempuan, di usia tersebut, terlihat jauh lebih dewasa ketimbang anak laki-laki.

Di rentang masa tersebut, pribadi anak-anak memang mulai berubah. Tidak hanya bentuk tubuh saja yang berubah, tapi juga pada anak perempuan, hormon estrogen mulai berfungsi, sementara pada anak laki-laki, hormon testosterone mulai aktif. Fungsi-fungsi dalam tubuh mereka, selayaknya alarm yang dibangunkan, dan jelas, mereka memasuki usia produktif juga untuk bisa menghasilkan keturunan.

Seiring aktifnya hormon testosterone pada anak laki-laki, maka tubuhnya pun mulai memproduksi sperma. Itulah mengapa, orangtua jaman dahulu, menandai anak laki-lakinya sudah memasuki usia akil baligh, bukan hanya dengan sunat saja, tapi juga pada saat si anak mengalami wet dream, atau mimpi basah. Sementara pada anak perempuan, saat hormon estrogennya mulai aktif, maka biasanya, diikuti pula dengan proses memasuki periode terkena menstruasi tiap bulannya. Dan untuk kasus ini, biasanya, orangtua jaman dahulu, hanya melihat seorang perempuan yang subur, yang bisa menghasilkan banyak keturunan, ya dari melihat keteraturan siklus menstruasinya, juga usia si anak mendapatkan haid pertamanya. Mereka menganggap, semakin cepat seorang anak perempuan mendapatkan haid pertamanya, maka semakin produktiflah rahim mereka, penuh dengan telur, dan yang jelas, bukan anak yang mandul, yang tidak bisa menghasilkan keturunan.

Di usia-usia ini, anak laki-laki dan perempuan. memang cenderung lebih tertutup. Mereka asyik dengan dunia mereka yang baru, mereka merasa, bahwa mereka sudah mulai dewasa. Meski padahal, hanya tubuh saja yang mulai berubah, berproses menjadi tubuh orang dewasa, sementara untuk sikap, yang terjadi justru sebaliknya. Ini adalah usia paling rawan dengan yang namanya kestabilan. Mreka paling mudah dipengaruhi, karena di usia puber ini, rasa ingin tahu mereka jauh lebih tinggi, dan celakanya, justru mereka bersikap seolah tahu segalanya, apa yang ada dalam pikiran mereka, pendapat merekalah yang paling benar, orangtua hanya bisa melarang-larang saja semua kesenangan mereka.

Itulah mengapa, di usia ini, kita sebagai orangtua, justru harus bisa berperan ganda. Tidak hanya berperan sebagai orangtua, tapi juga berperan sebagai teman bagi mereka. Karena, sebenarnnya, mereka pun mulai gamang, mulai bingung dengan emosi mereka yang tidak stabil, tubuh mereka yang mulai berubah, serta ketertarikan terhadap lawan jenis. Sesuatu yang tidak mereka alami sebelumnya.

Ya, tubuh anak perempuan, di usia pubertas memang mulai berubah. Mulai dari payudara yang mulai tumbuh, pinggang yang mulai berbentuk, hingga pinggul yang mulai penuh, itulah bagi anak laki-laki, mereka mulai terlihat seksi. Sementara, bagi anak perempuan, melihat perubahan postur tubuh teman laki-lakinya, yang tidak hanya mulai adanya tumbuh bulu-bulu halus di wajah, otot-otot badan yang mulai terbentuk, serta timbre suara yang berubah, membuat mereka melihat anak laki-laki sebagai figur yang macho, menarik, juga seksi.

Persimpangan Orientasi Seksual

Ketidakstabilan emosi seperti itulah, dimana mereka mulai merasakan ketertarikan lebih terhadap lawan jenis, juga bingung sendiri dengan perasaan yang mereka alami, yang perlu diperhatikan, juga perlu didampingi. Jangan sampai mereka bingung, dan justru mencari jawaban lewat internet, atau orang-orang yang mereka anggap lebih mengerti mereka, tapi justru malah menyesatkan. Karena, bagi para pelaku kelainan seksual, usia-usia ini, usia paling gampang disesatkan orientasi seksualnya.

Mereka yang seharusnya straight orientasi seksualnya, bisa berubah menjadi LGBT, hanya karena pengaruh seseorang yang begitu membekas pada kepala mereka. Karena, biasanya di masa puber ini, anak perempuan, pun sudah mulai tertarik untuk menyentuh bagian-bagian tubuhnya sendiri. Ada rasa nikmat juga asik, saat ia menyentuh bagian tertentu dari tubuhnya. Dan pada anak laki-laki, mereka pun biasanya sudah mulai merasakan nikmatnya wet dream, mulai mengeksplor pula, tentang area genitalnya, sampai sejauh mana rasa nikmat itu berakhir. Ya, endorphin mulai bekerja pada aktifitas seksual. Dan jika ada yang salah memanfaatkan mereka, maka jangan kaget, jika orientasi seksual mereka berubah.

Maka dari itu, diharapkan kita sebagai orangtua, justru lebih banyak hadir sebagai teman bicara, bukan lawan bicara. Jangan buru-buru melihat mereka sebagai anak kecil yang matang sebelum waktunya, hanya karena mereka mulai mengenal tentang seksualitas. Itu wajar pak, bu, toh kita pun sebenarnya sudah mengalaminya kan, jauh-jauh hari sebelumnya. Walau mungkin pada era kita, orangtua tidak banyak berbicara, dan mengenalkan pada kita, apa itu pubertas, bukan berarti kita melakukan hal yang sama pada anak-anak kita to?

Ngobrollah dengan anak, bicaralah dari hati ke hati dengan santai. Jangan sampai mereka merasa malu, merasa bersalah telah merasakan ini itu hingga menyimpan semuanya sendiri, dan bingung sendiri. Jangan lupa, ajak mereka bicara juga tentang tanggung jawab. Tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri. Tidak hanya mengenalkan tanggung jawab dalam bersikap, tapi juga bertanggung jawab dengan tubuhnya. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan sebagai orangtua, asal kita memang juga mau membuka diri bagi mereka. Karena biar bagaimanapun, mereka anak-anak kita, yang seharusnya, lebih dekat dengan kita, dan lebih kita pahami, timbang orang lain yang baru mengenal mereka.

Nah, untuk kali ini, simpan dulu ego dan emosi kita saat berbicara dengan mereka. Ciptakan suasana akrab dan nyaman agar mereka pun santai berbicara serta bercerita dengan kita. Karena sebenarnya, tidak mudah pula bagi mereka, untuk bisa memahami apa yang mereka alami, terutama tentang seksual, ini adalah sesuatu yang sama sekali baru bagi mereka. Dan jangan sampai mereka salah langkah hanya karena sikap kita terlalu berlebihan saat menghadapinya.

Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)

Subscribe our newsletter?

Join Newsletter atau Hubungi Kami: [email protected]

Inspirasi
BelanjaKarirKecantikanKehidupanKeluargaIndeks
Let's be friends