My Journey with Breast Cancer (Part 2)
- Post AuthorBy Redaksi PP
- Post DateFri Sep 29 2023
Setelah sampai ke rumah, aku segera mempersiapkan beberapa hal untuk persiapan operasiku, seperti memproses izin cuti sakitku ke atasan di kantor dan melakukan beberapa handing over ke beberapa kolegaku dan juga ke direct superior-ku selama aku izin cuti sakit. Perlu 3 orang yang meng-handle pekerjaanku selama sakit.
Setelah segala sesuatunya yang berhubungan dengan pekerjaanku itu selesai, aku mulai mempersiapkan ‘ubo rampe’ keperluanku sendiri untuk rawat inap dan operasi.
Setelah selesai mempersiapkan segala sesuatunya untuk persiapan periksa, rawat inap dan operasi, aku berangkat ke Semarang lagi naik KA.
Setelah berpamitan dengan bapak, aku segera memesan gocar dan langsung ke stasiun Pekalongan.
Di sana sudah ada seseorang yang akan bertemu denganku.
Setelah aku sampai di stasiun, aku cari-cari sosok laki-laki berwajah teduh itu.
Aku melambaikan tangan padanya dan berlari-lari kecil menuju ke arahnya dan kami mencari kursi tunggu yang nyaman.
Setelah ngobrol banyak. “Baik-baik ya selama aku pergi,” kataku padanya.
“Iyah Nok,” jawabnya.
“Nok juga,” katanya.
Btw, aku memang tipe orang yang lebih suka melakukan semuanya sendiri, tidak ditemani siapapun, even itu orang yang paling dekat di hatiku sekalipun. Aku tidak mau merepotkan siapa pun. Apalagi pekerjaan dia yang cukup susah untuk ditinggalkan, apalagi kalau dia harus menemaniku selama berhari-hari di RS.
Dia pegang tanganku dan menemaniku sampai keretaku datang.
Masih berlanjut ngobrolin banyak hal sampai ada suara KA yang datang.
Aku dipeluknya erat sebelum aku berlari-lari kecil menuju ke KA sambil membawa koper-koperku.
“Nok Sayang take care, kabari aku,” kata dia.
“Iya Sayang,” jawabku. “I love you!” teriakku padanya, sambil memandanginya dan terus berjalan dan berlari-lari kecil menuju gerbongku.
“I love you too,” jawabnya sambil melambaikan tangan ke aku.
Wajahnya yang sangat teduh dan beberapa wejangan darinya sudah cukup membuatku tenang pagi itu.
Hatiku “teteg” menghadapi semuanya.
Setelah menempatkan diri di kursi KA. Aku lanjut berkomunikasi lagi dengannya.
Sampai tak terasa sudah 1 jam dan sudah sampai di Stasiun Poncol.
Aku buru-buru mencari pak Porter, karena koperku cukup berat dan aku segera memesan gocar ke RS.
Sepanjang jalan, aku diajak ngobrol banyak sama drivernya. Dia tanya-tanya ke aku, ya terus aku jawab jujur, “Mau opname dan operasi Pak,” jawabku.
“Lha kok sendirian mbak?” tanya pak driver terkejut.
“Iya, memang saya lebih suka sendiri Pak. Saya ini model orang yang lebih tenang kalau ngapa-ngapain sendiri Pak,” jawabku padanya.
“Oh, tapi kasihan mbaknya, masak mau opname dan operasi saja sendiri mba”, timpalnya lagi.
“Iya ga apa apa kok Pak, saya santuy saja, apalagi saudara-saudara saya khan kondisinya bekerja semua, ga semuanya juga bisa cuti lama,” jawabku lagi padanya.
Pak driver kemudian terdiam lama, kayak mikir.
Eh ngomong lagi, “Tapi kasihan mbaknya”.
“Beneran saya gapapa Pak,” jawabku sambil ketawa-ketawa.
“Oh ya sudah mbak, mudah-mudahan diberikan kelancaran operasi dan kesembuhan ya mba,” kata si pak driver lagi ke aku.
“Terima kasih banyak doanya ya, Pak,” jawabku padanya.
“Sama-sama mbak,” kata si bapak lagi.
Tak terasa mobil sudah sampai di depan Lobby RS, pak driver buru-buru ke belakang bantuin ngambilin koperku dan menaruhnya di depan lobby.
“Terimakasih banyak ya, Pak” kataku padanya.
“Sama-sama mbak, pokoknya ati-ati selalu dan sehat selalu,” pesan si pak driver lagi.
Aku liat ada raut sedih di wajah dan matanya.
“Iya Pak,” jawabku padanya sambil tersenyum.
Pak driver melanjutkan perjalanannya lagi.
Buru-buru aku masuk ke RS dan seperti biasa, aku ke bagian Registrasi untuk urusan administrasi periksa ke dokter onkologi-ku kembali.
Setelah ketemu dokter, beliau memberikan aku surat untuk rawat inap, melakukan beberapa cek lab dan surat untuk tindakan operasi. Kemudian aku ke bagian administrasi rawat inap untuk melakukan registrasi rawat inap, operasi dll.
Semuanya aku lakukan sendiri.
Setelah dapat kamar yang sudah sesuai dengan Plafon dari kantor, kemudian aku diantar petugasnya untuk check in di kamar rawat inap yang dituju.
Lengang rasanya, begitu aku memasuki ruangan.
Aku mulai menata barang-barang yang aku bawa dari rumah di lemari kamar RS.
Setelah itu aku mengikuti check lab prosedural sebelum dilakukan tindakan operasi.
Selama beberapa hari ini aku menjalani prosedur cek lab dan menunggu hasilnya untuk diobservasi.
Setelah semua hasil lab oke, aku dianjurkan untuk melakukan puasa semalam sebelum operasi.
Hal yang paling tidak membuatku nyaman adalah soal infus.
Ya, karena venaku sangat kecil dan tipis, dicari-cari di tangan walaupun pakai jarum suntik yang kecil, tetap susah ketemu. Akhirnya dicari jalan tengah untuk infus di bagian kaki.
Can you imagine, padahal syaraf bagian kaki itu sangat sensitif, rasanya nyeri sekali pada saat ditusuk jarum infus. Walaupun dilakukan perawat yang profesional, tetap saja ada rasa nyeri. Dan aku harus kuat menahannya, karena tangan kanan kiriku sangat tidak ‘kooperatif’ untuk dijadikan ‘area tusuk jarum infus’.
Akhirnya jarum infus di kaki itu sudah ‘positioning’ dengan cukup nyaman di kaki kiriku.
Dan aku sudah mulai dipakaikan baju RS. Baju yg bolong gegernya kayak baju mbak kunti �ȅ
Keesokan paginya, aku mendapatkan WA dari adik iparku, bahwa dia dan adikku sedang otw menuju ke RS untuk menemaniku operasi.
Setelah menjelang jam operasi, 2 perawat mulai membawaku pakai bed RS, didorong sampai ke ruang operasi. Begitu turun memasuki ruang operasi bagian bawah, aku melihat adikku dan adik iparku sudah menunggu di ruang tunggu operasi untuk keluarga pasien.
Pikiranku seperti terlempar kembali di tahun 2017, pada saat itu aku juga dioperasi, di tempat yang sama, hanya beda diagnosa saja.
Pada saat itu, payudara kiriku didiagnosa tumor dan payudara kananku didiagnosa kista payudara.
Dan dokter juga sudah menginformasikan kalau memang ganas, ya payudaraku harus diangkat pada saat itu juga.
Aku sudah pasrah pada saat itu.
Tapi almh. Ibukku yang pada saat itu nangis ngguguk dengan kondisiku pada saat itu, sebelum bed RS-ku didorong ke ruang operasi di atas, Ibuk berdoa sambil menangis.
Tapi Alhamdulillah pada saat operasi di tahun itu, semuanya masih under control, tumorku masih jinak dan hanya diambil bagian yang bermasalah saja.
Aku tidak bisa membayangkan reaksi Ibu kalau beliau masih ada untuk operasi payudara besar yang kedua ini.
Kembali lagi di ruang tunggu operasi pasien di bawah. Dimana hanya boleh pasien yang bersangkutan saja yang ada di sana, keluarga tidak boleh menunggu.
Pikiranku walaupun nano-nano, aku berusaha meredamnya dengan berpikiran rileks.
Sampai pada waktunya 2 perawat mendorong bed aku ke lantai atas, ke ruang operasi khusus.
Bukannya deg-degan. Tapi aku kedinginan dan bolak balik minta pipis pakai pispot sama para petugas medis yang sudah ready di ruang operasi.
Karena aku sangat kedinginan, akhirnya sama beberapa petugas, aku dipakaikan semacam alat yang bisa bikin badanku hangat dan bisa mengurangi hipotermia.
Aku gak paham alatnya apa, tapi lebih mirip semacam penyedot debu atau hairdryer panjang gitu. Gak paham namanya dan juga gak sempet nanya.
Sebelum dilakukan tindakan , aku diperkenalkan ke beberapa petugas medis yang berjaga dan membantu tindakan operasiku. Juga ada salah satu dokter anestesi yang benar-benar baik dan lembut sekali orangnya.
Benar-benar dibikin rileks. Tapi mungkin karena akunya stress mikirin operasi, obatku agak lama bekerjanya.
Sampai akhirnya ada petugas yang bertanya padaku, “Mbak suka lagu atau musik apa? Yuk, nyetel musik kesukaan ya, biar gak kepikiran.”
“Iyah disetel aja Pak, asal jangan yang mellow,” jawabku padanya.
Akhirnya petugas itu nyetelin lagu-lagunya mba JLo �ȅ
Cukup lama aku dan para petugas medis menunggu dokter onkologi-ku datang untuk mengoperasi.
Setelah menunggu cukup lama, Alhamdulillah si pak dokter datang.
Posisi aku sudah disuntik anestesi dan sudah dalam kondisi mabuk setengah sadar.
“Sudah siap dioperasi? Termasuk yang bagian bawah ketiak kanan juga ya berarti,” kata pak dokter padaku.
“Iyah Pak, susah siap” jawabku sambil tersenyum gak jelas .
Setelah itu, semua gelap.
Tp be continued.
Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)