Trump Ambil Paksa 2.300 Anak Imigran dari Orang Tuanya
- Post AuthorBy Margaretha Diana
- Post DateThu Jun 21 2018
Kemarin, Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Nikki Haley, membuat pernyataan mengejutkan dalam konferensi persnya kemarin, ia mengatakan bahwa Amerika Serikat menarik diri, atau mundur dari Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa, atau HAM PBB.
Pernyataan ini, terang menuai kecaman dari banyak pihak, apalagi ini merupakan salah satu kebijakan controversial Trump, yang juga masih menuai kritik dan kecaman dari seluruh penjuru dunia, terkait kebijakannya yang tak bijak, memisahkan anak-anak migrant dari ibu dan keluarganya.
Ya, sejak awal Mei kemarin, Gedung Putih memang mengeluarkan kebijakan nol toleransi untuk para imigran. Dan salah satu hasil dari kebijakan tersebut adalah, lebih dari 2.300 anak-anak, terpisah dari orangtuanya, atau lebih tepatnya dipaksa berpisah dari orangtuanya, diambil secara paksa dari daerah-daerah perbatasan Amerika-Meksiko.
Tak tanggung-tanggung, Trump mendirikan beberapa shelter atau kamp pengungsian sementara untuk para anak yang diambil dari orangtuanya yang jelas tak lagi mendapat tempat di negara Paman Sam tersebut. Mereka, para bocah ini, diambil karena mereka lahir di US dan mereka dianggap sebagai warga negara US berdasarkan tempat lahir, sementara orangtuanya, dianggap sebagai warga gelap yang menumpang hidup di US.
Tender Shelter, demikian mereka menyebutnya. Tapi ‘tender’ macam apa yang mereka berikan, saat memisahkan anak-anak dari orangtuanya, bayi yang masih menyusu dari ibunya? Kekejaman macam apalagi yang lebih kejam dari krisis kemanusiaan semacam itu coba? Dan celakanya, ini justru dilakukan oleh seorang pemimpin negara Amerika Serikat, yang mana Declaration Independent Of Human Right-nya menjadi acuan banyak negara dalam menetapkan undang-undang kemanusiaan.
Benar-benar sebuah ambigu.
Kecaman demi kecaman, yang tak kalah hebat kepada Trump, justru datang dari banyak warga negara Amerika Serikat sendiri. Bukan hanya para pesohor dari dunia artis saja yang bersuara, tapi bahkan dari para First Lady negara tersebut.
Laura Bush, mengeluarkan pernyataan kecaman lewat akun twitternya. Ia berkata, bahwa kenyataan ini menghancurkan hatinya,
”I live in a border state. I appreciate the need to enforce and protect our international boundaries, but this zero tolerance policy is cruel. It is immoral. And its breaks my heart. Our government should not be in the business of warehousing children in converted box stores or making plans to placing them in tent cities in the desert outside of El Paso.”
Pernyataan Laura Bush tersebut, langsung menuai banyak reaksi. Bahkan First Lady, Michelle Obama, me-retweet cuitan Laura Bush tersebut, dengan tambahan kalimat, “Sometimes truth transcends party.”
Rosalyn Carter, First Lady dari Jimmy Carter, pun mengeluarkan kecaman terhadap kebijakan ini. Ia menyebut kebijakan Trump, sebagai sesuatu yang memalukan negerinya, ’a shame to our country’, demikian katanya.
”When I was first lady, I worked to call attention to the plight refugees fleeing Cambodia for Thailand. I visited Thailand and witnessed the trauma of parents and children separated by circumstances beyond their control. The practice and policy today of removing children from their parent’s care atour border with Mexico is disgraceful and a shame to our country.”
Hillary Clinton, yang sempat bersaing dengan Trump dalam bursa capres kemarin pun menyatakan sikapnya atas kebijakan Trump yang keterlaluan tersebut.
“I went to a lot of years of Sunday school. I even taught it from time to time. I’ve studied the Bible, both the Old and the New Testament. And what is being done using the name of religion is contrary to everything I was ever taught. Jesus said suffer the little children unto me,.., He did not say let the children suffer.”
Dan yang paling mengejutkan, justru pernyataan dari First Lady Melania Trump sendiri, ia menyatakan bahwa ia sangat membenci kebijakan yang dikeluarkan suaminya sendiri. Melalui juru bicaranya, Stephanie Grisham, saat diwawancarai CNN, menyatakan,
“Mrs Trump hates to see children separated from their families and hopes both sides of the aisle can finally come together to achieve successful immigration reform. She believes we need to be a country that follows all laws, but also a country that governs with heart.”
Pernyataan mengejutkan Melania ini, sekaligus menegaskan bahwa dalam banyak hal, ia memang tak sejalan dengan pasangannya. Hal ini juga menjadi jawaban atas banyak pertanyaan akan kemunculan mereka berdua di depan publik, yang seringkali terlihat tak mesra dan saling mendiamkan satu dan lainnya.
Yang jelas, dunia mengecam kebijakan Trump yang sama sekali tak bijak, sekaligus melanggar hak asasi manusia ini. Anak, sudah selayaknya hidup dalam pelukan kasih sayang orangtuanya, bukan dipaksa terpisah dengan orangtuanya hanya karena alasan tak masuk akal semacam orangtuanya adalah seorang imigran.
Web kolaboratif, konten adalah tanggung jawab penulis (Redaksi)